Kawah Ijen masih jadi primadon kunjungan wisata di Banyuwangi (via Instagram @talesofavoyager) |
Orang Indonesia kurang piknik! Penilaian ini bukan sekedar ucapan kosong ataupun pendapat subyektif, melainkan berdasarkan data resmi dari UNWTO, sebuah organisasi pariwisata dunia,
Menurut data UNWTO (United Nations World Tourism Organization), badan PBB yang menangani masalah pariwisata dunia yang markasnya di Madrid, Spanyol, rata-rata dalam setahun orang Indonesia hanya piknik 2.6 kali.
Jika dibandingkan dengan negara lain, jumlah tersebut termasuk yang jarang piknik.
Bandingkan misalnya dengan China yang warganya bepergian 5,7 kali atau Jepang 4,7 kali setahun.
Malahan jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, orang Indonesia benar-benar kurang piknik, karena di Malaysia warganya bepergian hingga 10,3 kali dalam setahun.
Apa yang salah ? Benarkah orang Indonesia kurang piknik?
Sejarah Piknik
Merunut sejarahnya, Piknik adalah kegiatan rekreasi sekaligus relaksasi yang tergolong sudah lama dilakukan manusia dengan kehadiran makanan sebagai unsur utamanya.
Melansir Kompas.com, kata piknik atau picnic dalam Bahasa Inggris, ternyata berasal dari bahasa Prancis yakni pique-nique.
Kata tersebut sudah digunakan sejak pertengahan abad16, untuk menggambarkan pecinta makanan membawa anggur mereka sendiri saat makan di luar.
Namun kemudian berkembang menjadi kegiatan makan elegan di luar ruangan di abad pertengahan, dimana saat itu kegiatan berburu menjadi rekreasi yang disukai banyak orang.
Sebelum era Victoria, piknik hanya dilakukan oleh orang-orang kaya, sedangkan para pekerja hampir tidak punya cukup sarana untuk mengumpulkan makanan yang layak di dalam ruangan, terlebih menyiapkan pesta untuk di luar ruangan.
Jika dilihat dari sejarahnya, unsur penting didalam kegiatan piknik adalah hadirnya makanan yang lezat. Mungkin dulu orang melakukan piknik di luar rumah pada musim panas untuk melepaskan diri dari kebosanan berada di dalam rumah selama musim dingin.
Piknik dengan membawa bekal makanan dari rumah menjadi keharusan karena saat itu rumah makan tidak semasif di era modern.
Di era sekarang, keharusan piknik dengan membawa bekal makanan dari rumah tidak mutlak dilakukan bahkan mulai ditinggalkan, pengecualian untuk piknik rombongan tanpa menginap, masih banyak dijumpai.
Selain kurang praktis alias ribet karena harus repot dan makan waktu untuk menyiapkan bekal makanan dan peralatan yang harus dibawa saat piknik. Padahal di lokasi tujuan piknik, juga tersedia banyak restoran dan warung dengan aneka pilihan menu makanan yang lebih fresh dan bisa disesuaikan dengan isi dompet.
Di masa sekarang, saat transportasi dan sarana jalan semakin lancar, piknik umumnya dilakukan dengan memanfaatkan waktu liburan akhir pekan, akhir tahun, libur sekolah atau libur Lebaran.
Di masa sekarang, tuntutan di lingkungan pekerjaan dan sekolah, lingkungan sosial yang tidak kondusif, membuat orang mudah mengalami stress.
Jadi, piknik sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Jadi, kenapa tidak sering-sering piknik.
Kenapa piknik itu penting?
Secara ekonomi, hasil simulasi Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa peningkatan wisatawan domestik hingga 5 kali, akan mendorong dampak ekonomi langsung pada kisaran Rp 3.281,7 triliun atau setara 18,4 persen dari PDB. (Cnbcindonesia.com)
Jadi, kegiatan piknik dalam skala nasional, membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dan ini sudah terbukti.
Dalam skala kecil, mengambil kasus Banyuwangi, Menteri Pariwisata Arief Yahya kala itu pernah membuat hitungan sederhana.
Dengan adanya event wisata tahunan Banyuwangi Festival, kunjungan wisatawan ke Banyuwangi mampu menghasilkan perputaran uang sebesar Rp 1.5 trilun/setahun.
Hitungannya adalah, pada 2016 kunjungan wisatawan asing ke Banyuwangi mencapai 80 ribu orang dan menghabiskan uang rata-rata 500 dollar AS per hari, sedangkan wisatawan nusantara sekitar 3.2 juta orang, membelanjakan uang Rp 850 ribu sampai 1 juta per hari, maka dalam setahun akan ada perputaran uang Rp 1.5 triliun di Banyuwangi dari sektor pariwisata.
Kalaupun hitungan itu meleset 30 persen, katakan begitu, nominalnya masih sekitar 1 triliun. Angka yang tidak kecil tentunya untuk perekonomian sebuah daerah.
Kurang Piknik Secara Psikologis
Menurut kajian psikologi, aktivitas rekreasi seperti halnya piknik - penting bagi keseimbangan jiwa manusia.
Sedangkan secara psikologis kurang piknik bisa memicu terjadinya stress berkepanjangan.
Kurang piknik juga bisa menyebabkan penurunan fungsi otak, kecemasan, dan depresi yang dapat mengarah pada gangguan serius.
Studi yang dipublikasikan Curtin University, Australia menyebutkan, olahraga dan piknik mampu menurunkan stres psikologis sebesar 34 persen jika dilakukan 1-3 kali seminggu.
Orang yang rutin melakukan piknik dan olahraga terbukti mampu menjalani hidup dengan rileks dan lebih sehat.
Singkatnya, aktivitas piknik ternyata membawa dampak positif terhadap kesehatan jiwa maupun secara ekonomis dalam skala nasional.
Orang Indonesia Kurang Piknik?
Nah, fakta tentang kurangnya orang Indonesia bepergian untuk berlibur ini menjadi pertanyaan besar, mengingat Indonesia memiliki tempat-tempat wisata potensial di seluruh daerah. Indonesia menyimpan anekaragam potensi wisata, mulai alam, sejarah, budaya, edukasi, sampai wisata kreatif, yang sangat terbuka untuk dikembangkan.
Selain itu dalam setahun kita memiliki hari libur atau hari besar yang semakin banyak. Bahkan kita pun memiliki aturan kerja cuti bersama yang dirumuskan oleh kementerian. Setiap tahun biasanya ada waktu cuti bersama di setiap menjelang Lebaran dan akhir tahun.
Banyak waktu libur, harusnya menciptakan banyak kesempatan untuk berlibur.
Disisi lain, kondisi jalanan di tanah air semakin mulus dan menjangkau hingga wilayah pedesaan, ditunjang pilihan transportasi yang makin beragam.
Dengan begitu, seharusnya kesempatan melakukan piknik atau rekreasi bersama keluarga semakin terbuka lebar.
Jadi kalau menurut data UNWTO rata-rata orang Indonesia piknik hanya 2 kali setahun, mungkin sumber datanya kurang lengkap.
Orang Indonesia, seperti halnya negara lain, suka dolan. Dan itu mudah dibuktikan.
Di masyarakat kita, banyak terdapat dan berkembang kosa kata populer yang maknanya sebagai aktivitas piknik.
Istilah-istilah seperti wisata, liburan, tamasya, rekreasi, darmawisata, studi tour, dolan, main, mbolang, ngetrip, blakrakan, bacpackeran, halan-halan, ngelencer kesemuanya jelas artinya adalah piknik.
Bukankah esensi dari piknik itu adalah bepergian ke luar rumah ke suatu tempat untuk tujuan bersantai, rileks, bersenang-senang untuk melepas kejenuhan dari rutinitas sehari-hari.
Mungkin ada mindset yang perlu diubah, bahwa piknik itu tujuannya keluar kota. Padahal rekreasi didalam kota - city tour - juga piknik. Ini yang harus digalakkan.
Di setiap kota dan daerah biasanya memiliki tempat-tempat atau spot jalanan yang menarik sebagai jujugan.
Yogya punya Malioboro, Solo punya jalan Slamet Riyadi, Surabaya punya Tunjungan dan Taman Pahlawan, Bandung punya jalan Braga, Banyuwangi pun punya banyak destinasi bersejarah didalam kota.
Pun demikian kota-kota lain di Indonesia, jika digali pasti terdapat spot kumpul-kumpul didalam kota yang berdaya tarik tinggi.
Apalagi saat ini semua daerah di Indonesia sedang gercep menggarap potensi wisatanya. Saling bersaing mengembangkan dan mempromosikan lewat berbagai media online. Seperti juga dilakukan Banyuwangi.
3A Pariwisata Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi di ujung paling timur Pulau Jawa, sejak 2010 serius menggarap potensi wisata dan daerahnya. Dan hasilnya bisa dirasakan saat ini.
Dari daerah yang awalnya hanya dikenal sebagai tempat transit toilet dan image negatif, menjelma menjadi salah satu kota tujuan utama wisata di Jawa Timur dengan segala deretan ukiran prestasi yang menyertainya.
Banyuwangi sukses membranding dirinya sebagai kota wisata budaya, kota festival terbaik di Indonesia, destinasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), dinobatkan juara pertama
sebagai The Winner of Re-Inventing Goverment in Tourism dalam kategori Innovation in Public Policy Governance (Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan) oleh UNWTO pada 2016.
Banyuwangi memiliki modal yang kuat untuk menerima banyak kunjungan wisatawan. Banyuwangi punya 3A yang penting dalam pengembangan destinasi wisata. Rumus 3A tersebut adalah Atraksi, Akses dan Amenitas.
Atraksi Wisata Banyuwangi
Atraksi apa yang disuguhkan Banyuwangi untuk wisatawan yang datang berkunjung ?
Banyuwangi memiliki kekayaan wisata alam yang terbilang lengkap. Ada pegunungan (Ijen, Raung, dan Ranti), deretan pantai yang membentang sejauh 175 KM, serta dikelilingi 3 kawasan hutan lindung (Alas Purwo, Meru Betiri, dan Baluran).
Banyuwangi memiliki kekayaan seni dan tradisi budaya budaya khas pada Suku Osing, juga memiliki keanekaragaman budaya (Jawa, Bali, Cina, Madura, Mandar, Arab) yang hidup berdampingan.
Banyuwangi juga memiliki kekayaan kuliner khas, tidak hanya Nasi Tempong atau Rujak Soto, tapi masih banyak kuliner Banyuwangi lainnya.
Banyuwangi juga punya agenda wisata terlengkap dan terbanyak di Indonesia yang dirangkum dalam Banyuwangi Festival. Setiap tahun tak kurang dari 100 event digelar di Banyuwangi, beberapa diantaranya masuk dalam kalender wisata Kemenparekraf RI, yaitu Festival Gandrung sewu dan Banyuwangi Ethno Carnival.
Akses ke Banyuwangi
Kamu bisa datang ke Banyuwangi melalui jalur transportasi darat, laut maupun udara.
Di jalur darat, ada 7 rute kereta api langsung menuju ke Banyuwangi dari berbagai kota, yaitu :
- KA Mutiara Timur (Yogyakarta-Surabaya-Banyuwangi), sementara mati suri.
- KA Probowangi (Surabaya-Banyuwangi)
- KA Sritanjung (Yogyakarta-Banyuwangi)
- KA Tawangalun (Malang-Banyuwangi)
- KA Wijaya Kusuma (Cilacap-Banyuwangi)
- KA Blambangan Ekspres (Semarang-Banyuwangi)
- KA Pandanwangi (Jember-Banyuwangi)
Untuk bus antar kota antar provinsi, ada beberapa trayek bus yang langsung menuju Banyuwangi sebagai terminal akhir, seperti Bus Mila dari Yogyakarta, Bus Damri dari Jakarta, atau Bus Pandawa 87 juga dari Jakarta. Belum termasuk bus malam yang sebelumnya sudah ada, seperti Lorena, Pahala Kencana, Handoyo dll.
Untuk transportasi udara, ada Bandara Banyuwangi yang melayani beberapa maskapai penerbangan dari beberapa kota. Dalam kondisi normal seperti sebelum pandemi, setiap hari Bandara Banyuwangi melayani penerbangan dari Surabaya, Jakarta, Denpasar.
Untuk transportasi laut saat ini Pelabuhan Ketapang terdapat rute kapal ferry Ketapang-Gilimanuk PP, sedangkan dari Lombok juga ada kapal langsung ke pelabuhan Tanjung Wangi-Banyuwangi.
Amenitas Banyuwangi
Amenitas adalah fasilitas yang menunjang aktivitas pariwisata, diantaranya mencakup penginapan, rumah makan, toko oleh-oleh, fasilitas umum seperti sarana ibadah, kesehatan, taman.
Untuk penginapan di Banyuwangi sampai akhir 2022 sekurangnya terdapat 12 hotel bintang. Jumlah hotel bintang di Banyuwangi memang dibatasi, pendirian hotel melati dilarang, namun sebaliknya homestay digalakkan.
Maka tak mengherankan, di Banyuwangi saat ini terdapat tidak kurang 600 homestay yang tersebar di berbagai wilayah.
Bagi yang berencana liburan akhir tahun, Banyuwangi bisa menjadi pilihan yang tepat. Dikutip dari Republika, sepanjang 2022 kunjungan wisatawan ke domestik ke Banyuwangi mencapai 2,5 juta. Angka ini sesuai target, meskipun masih sekitar 50 persen dari kondisi normal sebelum Covid-19.
Jelang akhir tahun 2022, okupansi hotel di Banyuwangi dilaporkan mencapai 90 persen seperti dilansir dari Detik.com. Sementara pihak Dinas Pariwisata Banyuwangi sejak awal sudah mengadakan persiapan matang menyambut wisatawan.
Konsolidasi dengan kelompok sadar wisata (Pokdarwis), persiapan hospitality, dan keamanan pun dilakukan dengan untuk keamanan dan kenyamanan wisatawan yang datang ke Bumi Blambangan.
Dengan tersedianya beragam atraksi wisata, kemudahan akses dan ketersediaan amenitas yang memadai, Banyuwangi siap menerima dan melayani kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Siap seratus persen! (TS)
0 komentar:
Posting Komentar