Gandrung Sewu 2017 bertema “Kembang Pepe” kembali memukau
ribuan pengunjung Pantai Marina Boom, Minggu (8/10/17). Pagelaran tarian
kolosal yang dibawakan 1.286 orang penari Gandrung yang menari di bibir pantai
dengan latar panorama Selat Bali ini, sukses menyedot perhatian ribuan
wisatawan lokal dan mancanegara.
Gandrung Sewu 2017 sukses menyedot ribuan penonton. |
Tak pelak, pertunjukan Festival Gandrung Sewu bukan sekedar
pertunjukan seni budaya Banyuwangi, namun sudah menjadi atraksi wisata di
Banyuwangi yang paling meriah. Bahkan menjadi ikon pariwisata favorit kabupaten
yang berjuluk The Sunrise of Java
ini.
Tari Gandrung sendiri adalah tarian khas Banyuwangi yang
telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan pada 2013 lalu.
Pertunjukan Festival Gandrung Sewu kali ini diawali dan
diakhiri dengan Shalawat. Ini menjadi pembeda dengan pertunjukan Gandrung Sewu tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah penari Gandrung pembuka menyertai teatrikal
perjuangan pahlawan Banyuwangi dalam melawan penjajah, yang kisahnya tersirat
dalam gending "Kembang Pepe" yang menjadi tema utama atraksi yang
telah rutin digelar sejak 2012.
Fragmen itu mengisahkan para pahlawan yang bersiasat dengan menggelar pertunjukan seni Barong dan Tari Gandrung untuk menjebak penjajah.
Fragmen itu mengisahkan para pahlawan yang bersiasat dengan menggelar pertunjukan seni Barong dan Tari Gandrung untuk menjebak penjajah.
Perpaduan kereografi yang menawan, kostum Gandrung yang
indah, aksi kebasan selendang berwarna merah, dan fragmen teatrikal membuat
pertunjukan Gandrung Sewu kian mempesona.
Fragmen “Kembang Pepe” sebenarnya melengkapi setiap episode Gandrung Sewu pada tahun-tahun sebelumnya.
Fragmen itu mengisahkan para pahlawan bersiasat dengan menggelar pertunjukan seni Barong dan Tari Gandrung untuk menjebak penjajah. Kisah ini diinisiasi oleh Mas Alit, Bupati Banyuwangi pertama.
Penjajah yang telah lama menduduki Bumi Blambangan, membuat warga serta pemerintah kala itu gerah. Meskipun, banyak warga beranggapan apa yang dilakukan oleh sang bupati tersebut kurang meyakinkan.
Namun, keraguan itu dibalas Mas Alit dengan tindakan yang mampu meyakinkan warganya. Melalui strategi penyamaran atau seni itulah awal mampu mengelabuhi para penjajah. Sebagian penari gandrung pun memakai topeng Barong dalam aksinya.
Fragmen itu mengisahkan para pahlawan bersiasat dengan menggelar pertunjukan seni Barong dan Tari Gandrung untuk menjebak penjajah. Kisah ini diinisiasi oleh Mas Alit, Bupati Banyuwangi pertama.
Penjajah yang telah lama menduduki Bumi Blambangan, membuat warga serta pemerintah kala itu gerah. Meskipun, banyak warga beranggapan apa yang dilakukan oleh sang bupati tersebut kurang meyakinkan.
Namun, keraguan itu dibalas Mas Alit dengan tindakan yang mampu meyakinkan warganya. Melalui strategi penyamaran atau seni itulah awal mampu mengelabuhi para penjajah. Sebagian penari gandrung pun memakai topeng Barong dalam aksinya.
Penampilan sang Gandrung mampu menjadi penarik perhatian
para penjajah. Hingga pada akhirnya para VOC pun menjadi terkelabuhi, baru kemudian
dilakukanlah penyerangan. Para penjajah yang telah mabuk terbuai dengan bujuk
seni yang ditampilkan, semua berhasil dibinasakan.
Itulah, kisah yang ditunjukkan dalam Festival Gandrung Sewu Banyuwangi 2017 melalui “Kembang Pepe”.
Itulah, kisah yang ditunjukkan dalam Festival Gandrung Sewu Banyuwangi 2017 melalui “Kembang Pepe”.
Gandrung Sewu kali ini juga mendapat kehormatan tamu
istimewa, Ibu Sinta Nuriyah Wahid, istri Presiden ke-empat RI, KH. Abdurrahman Wahid.
Dalam deretan tamu selebritis, tampak artis Feny Rose dan
Denada Tambunan, yang secara khusus datang untuk menyaksikan penampilan Gandrung
Sewu di Pantai Marina Boom Banyuwangi.
Tak kalah menariknya, sebelum pagelaran Gandrung Sewu 2017 berlangsung,
dilakukan pelepasanliaran 1.000 ekor penyu (anak tukik) di pinggir pantai Marina Boom
Banyuwangi.
Bersama dengan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Wisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, Bupati Anas dan para undangan yang lain melepas penyu jenis lekang di bibir pantai. Mereka disertai dengan ribuan penari Gandrung yang selanjutnya tampil menghibur masyarakat dan undangan.
Bersama dengan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Wisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, Bupati Anas dan para undangan yang lain melepas penyu jenis lekang di bibir pantai. Mereka disertai dengan ribuan penari Gandrung yang selanjutnya tampil menghibur masyarakat dan undangan.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menilai kegiatan ini
merupakan perpaduan antara konservasi lingkungan dan konservasi budaya di
Banyuwangi.
Berikut foto-foto hasil liputan kontributor Banyuwangi
Bagus, Marcellinus Franky Triawan yang berhasil mengabadikan sejumlah
momen-momen menarik Gandrung Sewu 2017.
Pelepasliaran tukik mengawali pembukaan pertunjukan Gandrung Sewu 2017. |
Para pendukung pertunjukan Gandrung Sewu 2017. |
Kepala Barong dalam Gandrung Sewu Kembang Pepe. |
Para penonton yang tertib. |
Tamu kehormatan, Ibu Shinta Nuriyah Wahid. |
Para penari Gandrung dengan latar Selat Bali, tidak sulit mengumpulkan seribu lebih penari, karena Banyuwangi memiliki banyak sanggar tari dan sekolah yang siap menghasilkan ribuan penari berbakat. |
Pose cantik para penari Gandrung yang cantik. |
Bercanda usai pertunjukan. |
Senyum manis buat siapa nih? |
Momen seru para penari melepas kegembiraan. |
Kontributor Banyuwangi Bagus berada ditengah para penari Gandrung seusai pertunjukan. Sampai jumpa pada Gandrung Sewu tahun depan. |
MAKNA GENDING “KEMBANG PEPE”
Festival Gandrung Sewu 2017 membawakan tema “Kembang Pepe” yang menceritakan perjuangan Gandrung sebagai pejuang di zaman Belanda.
Kembang Pepe adalah sebuah gending (lagu) pada pertunjukan Gandrung saat ini. Gending ini rupanya memiliki sarat arti dalam perjuangan Gandrung saat melawan Belanda.
Karya sastra ini diciptakan sekitar tahun 1775-1776, merupakan kelanjutan dari gending 'Seblang Lukinto' yang menjadi tema Gandrung Sewu tahun sebelumnya.
"Kembang Pepe ini menceritakan perjuangan pejuang Blambangan saat itu perang melawan Belanda. Mereka bergerilya dan membunuh Belanda dengan tipu daya muslihat. Mereka menggelar pertunjukan Barong dan Gandrung, yang kemudian mereka mengajak Belanda minum minuman keras. Setelah teler, mereka kemudian membawa pasukan Belanda ke laut dan ke Gunung, untuk dieksekusi," ujar Abdullah Fauzi, penyair Banyuwangi.
"Seblang Lukinto itu istilahnya baru mengumumkan perang melawan penjajah, atur strategi dan mempersiapkan peperangan," tambahnya.
Menurut Abdullah Fauzi, syair gending Kembang Pepe jika diartikan secara gamblang terlihat saru. Yaitu menceritakan tentang pengantin baru yang sedang memadu kasih (bersetubuh).
Namun cerita itu hanyalah sebuah 'kode' atau isyarat yang hanya dimengerti para pejuang terdahulu. Ini sengaja disembunyikan, agar tidak dimengerti oleh para penjajah dan antek penjajah.
"Memang antara surat dan yang tersirat berbeda. Itu syair tersembunyi yang di lautan dalam gending kesenian Gandrung," tambahnya.
Kembang Pepe
Kembang pepe
Merambat ring kayu arum
Sang aruma membat mayun
Sang pepe ngajak lungo
Ngajak lungo
Mbok penganten kariyo dalu
Ngenjot-ngenjot lakune
Baliyo ngeluru lare
Lare dakon
Turokno ring perahu
Lurubana bana cinde
Kang kumendung welangsani
"Sedikit arti dalam syair gending Kembang Pepe itu, kita jangan terlena seperti pengantin baru, mari kita menikmati pengantin baru untuk mencari momongan. Jika diartikan lewat kode adalah waktunya bergerilya untuk mencari Belanda untuk dibunuh dan buang ke laut dan gunung. Arti lare dakon itu ya Belanda untuk dibantai," tambahnya. (Detik.com)
0 komentar:
Posting Komentar