Banyuwangi kota kopi? Anda bisa berdebat soal ini, tapi lihat saja keseriusan kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini dalam urusan perkopian. Mulai dari menyelenggarakan even festival tentang kopi, mendorong UKM mengembangan potensi kopi di desa-desa penghasil kopi, sampai edukasi untuk para pelaku usaha dan peminat perkopian, tak henti-hentinya dilakukan.
Soal potensi dan kualitas kopinya, Banyuwangi tak kalah dengan daerah penghasil kopi lain di tanah air. Banyuwangi juga memiliki pakar kopi internasional yang rajin menularkan ilmunya.
Soal promosi kopi selalu dilakukan dalam setiap kesempatan. Para tamu resmi maupun selebriti yang datang ke Banyuwangi juga selalu disuguhi kopi khas Banyuwangi, Kopai Osing di Desa Kemiren. Ada juga Kopi Uthek, cara unik menikmati kopi dengan gula aren yang hanya ada di masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Licin.
Setiap tahun Banyuwangi selalu rutin mengagendakan Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang berbasis tradisi masyarakat Osing Desa Kemiren. Belum lagi festival yang tidak teragendakan dalam Banyuwangi Festival 2017 yang diadakan oleh komunitas dan kelompok petani kopi.
Yang paling anyar, ada Coffee Processing Festival yang belangsung selama 3 hari di Rumah Kreatif Banyuwangi, pada 18-20 Oktober 2017.
Acara ini sengaja digelar untuk meningkatkan kualitas produk kopi rakyat di Banyuwangi. Pemkab pun mendatangkan pakar kopi untuk memberikan edukasi bagaimana menghasilkan produk kopi kualitas terbaik.
Kaur Kerjasama Kopi Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia (PPKKI), Ninik Purwaningsih sengaja didatangkan ke Banyuwangi. Ia memberikan materi tentang pasca panen kopi dari hulu ke hilir, sortasi biji kopi, dan SNI bahan baku.
Peserta pelatihan diajak praktek memilih dan memanen biji kopi. |
Soal potensi dan kualitas kopinya, Banyuwangi tak kalah dengan daerah penghasil kopi lain di tanah air. Banyuwangi juga memiliki pakar kopi internasional yang rajin menularkan ilmunya.
Soal promosi kopi selalu dilakukan dalam setiap kesempatan. Para tamu resmi maupun selebriti yang datang ke Banyuwangi juga selalu disuguhi kopi khas Banyuwangi, Kopai Osing di Desa Kemiren. Ada juga Kopi Uthek, cara unik menikmati kopi dengan gula aren yang hanya ada di masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Licin.
Setiap tahun Banyuwangi selalu rutin mengagendakan Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang berbasis tradisi masyarakat Osing Desa Kemiren. Belum lagi festival yang tidak teragendakan dalam Banyuwangi Festival 2017 yang diadakan oleh komunitas dan kelompok petani kopi.
Yang paling anyar, ada Coffee Processing Festival yang belangsung selama 3 hari di Rumah Kreatif Banyuwangi, pada 18-20 Oktober 2017.
Acara ini sengaja digelar untuk meningkatkan kualitas produk kopi rakyat di Banyuwangi. Pemkab pun mendatangkan pakar kopi untuk memberikan edukasi bagaimana menghasilkan produk kopi kualitas terbaik.
Festival ini diikuti 100 peserta yang terdiri atas pekebun
kopi dan pelaku usaha kopi baik industri kecil menengah (IKM) maupun pemilik
kafe.
Di hari pertama, peserta diberi
materi dan praktek mengolah kopi yang benar, dari hulu ke hilir. Mulai petik,
pecah kopi, pengeringan, fermentasi, penyimpanan hingga menyangrai dan
menyajikan kopi.
Kaur Kerjasama Kopi Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia (PPKKI), Ninik Purwaningsih sengaja didatangkan ke Banyuwangi. Ia memberikan materi tentang pasca panen kopi dari hulu ke hilir, sortasi biji kopi, dan SNI bahan baku.
Ibu Ninik dari Puslit Jember memberikan penjelasan tentang proses dasar dalam menghasilkan biji kopi berkualitas. |
Menurut Ninik untuk menghasilkan kopi dengan aroma dan rasa
yang nikmat sekaligus sehat, proses pemilihan bahan baku hingga proses
pengolahannya harus sesuai dengan Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk
komoditas kopi. Di antaranya, meliputi mutu fisik biji kopi, kadar air, kotoran
dan standar benda asing yang ada pada kopi.
“Agar aroma dan rasa terbaiknya muncul, perlu perlakuan yang
sangat ketat sejak awal, baik proses fermentasi pemerapan, pencucian dan
pengeringan," ungkapnya.
Karena, kata Dia, pada dasarnya semua kopi itu memiliki cita
rasa tersendiri. Akan tetapi yang merusak flavournya itu seringkali kesalahan
dalam prosesnya, seperti pengeringan ataupun penyimpanan yang bareng dengan
komoditas lain.
Selanjutnya pada hari kedua dan ketiga, peserta dibekali materi dan praktek barista.
Setelah pemberian materi pengenalan kopi, para peserta diajak ke perkebunan kopi rakyat yang terletak di Desa Tlemung Kecamatan Kalipuro. Di perkebunan kopi milik rakyat tersebut mereka diajarkan praktek cara mengolah kopi secara langsung.
Berikut foto-foto hasil liputan kontributor Banyuwangi Bagus, Marcellinus Franky Triawan, yang mengikuti jalannya festival.
Bapak Setiawan Subekti, ahli kopi asli Banyuwangi sedang memberikan penjelasan tentang proses pengolahan kopi. |
Para peserta pelatihan belajar meroasting/menyangrai kopi secara manual. |
Biji kopi yang siap dan baru mulai disangrai secara manual. |
Hasil sangrai kopi manual. |
Mesin roaster kopi sederhana dengan menggunakan pemanasan kompor gas dan blower sebagai pendingan agar hasil sangarai berkualitas. |
Hasil proses roasting dengan mesin roasting sederhana. |
Peserta pelatihan diajakmerasakan langsung memetik biji kopi seperti halnya para pekebun kopi. |
Mesin pulping/pengupas lapisan kulit cherry kopi mentah yang sudah dipanen. |
Biji kopi yang matang dan siap dipanen dengan warna merah cherry. |
Para-para, salah satu metode pengeringan dan penjemuran kopi yang benar supaya hasilnya kopi lebih bersih dan kering maksimal. |
Contoh hasil proses pengolahan biji kopi Banyuwangi yang berhasil dikumpulkan oleh kontributor Banyuwangi Bagus, mulai dari biji kopi mentah dari pohon hingga biji kopi yang sudah disangrai. |
Biji kopi yang sudah dikeringkan dan siap diproses lebih lanjut. |
Kontributor Banyuwangi Bagus ikut belajar dalam pelatihan proses pengolahan kopi Banyuwangi. |
0 komentar:
Posting Komentar