Ritual Mantu Kucing - Ada ritual minta hujan yang unik di Desa Grajagan, Kecamatan
Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Agar turun hujan, masyarakat setempat menggelar
ritual Mantu Kucing atau menikahkan kucing. Ritual tersebut diadakan setahun
sekali setiap bulan November, berlangsung turun-temurun sejak puluhan tahun
lalu dan sudah menjadi tradisi warga Desa Grajagan sebagai pengharapan kepada kepada
Tuhan agar segera turun hujan.
Kucing Slamet dan Rahayu sedang digendong pemiliknya untuk dikawinkan (sumber : Kompas.com) |
Dalam melaksanakan ritual mantu kucing, warga menyiapkan dua kucing jantan dan betina untuk dinikahkan. Tidak ada jenis kucing khusus yang digunakan pada ritual tersebut, semua kucing bisa digunakan, namun syaratnya kucing tersebut harus berasal dari dua tempat yang berbeda. Satu berasal dari utara desa, satunya lagi dari selatan desa.
Nah, yang unik, sepasang kucing tersebut diberi nama
masing-masing. Kucing jantan yang berwarna hitam diberi nama Slamet, sedangkan mempelai
kucing betina bernama Rahayu berwarna kecoklatan.
Kedua mempelai kucing sengaja diberi nama lantaran
melambangkan sebuah harapan. Jika digabungkan, Slamet dan Rahayu adalah sebuah
sebuah doa agar masyarakat Desa Grajagan diberi keselamatan dan kebahagiaan.
Seperti halnya pernikahan, usai dipertemukan di salah satu
rumah tetua adat, sepasang kucing jantan dan betina ini digendong oleh pemiliknya.
Selanjutnya kedua mempelai kucing diarak oleh seluruh warga dengan iringan
musik tradisional dan tarian jaranan. Arak-arakan mengelilingi desa menyusuri
desa dan lahan pertanian warga, menuju sumber mata air desa Umbul Sari.
Bagi warga setempat sumber air Umbulsari dianggap sakral. Sumber
airnya konon tak pernah kering walau panas kemarau di daerah ini. Sehingga Umbulsari
dipercaya oleh warga sebagai sumber penghidupan warga setempat.
Ritual doa sebelum kucing dimandikan di sumber mata air (sumber : Beritajatim.com) |
Setelah sampai di sumber mata air Umbul Sari, diadakan ritual doa-doa sambil membakar menyan.
Kemudian sesepuh desa memecah kelapa dengan batu sungai dan selanjutnya
sepasang kucing dilepaskan ke kubangan sumber
mata air. Seketika terdengar suara riuh warga yang meneriakan “hujan…hujan” yang
dilanjutkan dengan menyiramkan air ke tanah sekitarnya, termasuk warga yang
datang.
Sepasang mempelai kucing dimandikan ke kubangan air (sumber : Kompas.com) |
Sementara itu sepasang kucing yang basah sehabis mandi dilepasliarkan kembali. Setelah itu dilanjutkan dengan menyiramkan minuman tradisional dawet di area sumber air.
Ritual mantu kucing ditutup dengan selamatan dan doa bersama
seluruh warga di pinggir mata air yang tidak pernah kering walaupun sudah masuk
musim kemarau.
Makanan berupa ancak
yang disajikan menjadi menu bersama yang menunjukkan kebersamaan diantara warga
yang memiliki latar belakang agama yang berbeda.
ASAL MUASAL MANTU KUCING
Menurut cerita sesepuh Desa Grajagan, Martoyo, ritual mantu kucing pertama kali dilakukan sejak tahun 1930. Saat itu sedang terjadi kemarau dan paceklik panjang, akibatnya banyak warga yang kelaparan karena tidak bisa bertanam. Kepala desa kemudian mendapatkan wangsit dari leluhurnya agar menggelar mantu kucing agar kemarau panjang bisa segera diguyur hujan.
Menurut kepercayaan leluhur, kucing yang relatif takut dengan kubangan air, bila dimandikan akan menjadi basah. Ini menjadi simbol doa, agar bisa diberi air yang melimpah, kucing yang relatif takut dengan kubangan air, perlu dimandikan sehingga menjadi tubuhnya basah (turun hujan).
Ternyata
setelah diadakan mandi kucing disertai pertunjukan jaranan, hujan segera turun
dan musim kemarau pun berakhir. Dari sini ritual mantu kucing selalu
diselenggarakan oleh masyarakat Desa Grajagan setiap tahunnya hingga sekarang.
Ritual mantu
kucing dilaksanakan setiap bulan November atau saat musim kemarau. Uniknya,
sekalipun saat pelaksanaan sudah turun hujan, karena sudah menjadi tradisi,
ritual mantu kucing tetap dilaksanakan. Masyarakat terus melestarikannya hingga
sekarang, meski dengan cara yang sederhana.
0 komentar:
Posting Komentar