Sabtu malam (24/9/2016), Sungai Sampean di Kecamatan
Bangorejo, Banyuwangi terlihat berwarna dengan kehadiran puluhan perahu hias
dan replika kapal berjalan beriringan melintasi sungai sepanjang 1,7 km dengan
lampu berwarna-warni. Beragam bentuk perahu pun ditampilkan warga. Ada yang berbentuk
kapal pesiar, kapal layar, kapal penumpang, kapal Tongkang, termasuk replikasi kapal
KRI Dewaruci dan KRI Ki Hajar Dewantoro. Meriah!
Replika KRI Dewaruci (sumber : Instagram) |
Perahu dan kapal cantik itu dilarung dalam Festival Arung
Kanal Decorative Boat yang digelar di Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo,
Banyuwangi. Even ini sudah masuk dalam kegiatan Banyuwangi Festival 2016.
Kapal-kapal yang tampil dalam Festival Arung Kanal tersebut beragam,
mulai yang besar, sedang, hingga kecil. Perahu besar memiliki panjang 20-30
meter, perahu sedang 15-20 meter, dan perahu kecil 10-15 meter.
Salah satu peserta Arung kanal (sumber ; Twitter) |
Meskipun replika, kapal-kapal itu tampak seperti sungguhan. Dilengkapi
hiasan lampu warna-warni, dan bisa dinaiki manusia. Bahkan di atas kapal
terdapat orkes dangdut atau grup band.
Rangka kapal terbuat dari bambu, dan dibungkus menggunakan
kertas banner. Tidak boleh ada mesin dalam kapal. Untuk menggerakkan kapal,
menggunakan tenaga manusia, bisa ditarik atau didorong sambil berenang. Kapal
itu berjalan mengikuti aliran sungai sepanjang 1,7 kilometer.
Kapal hias peserta arung kanal (sumber ; Tribunnews.com) |
Meski hanya kapal hias, namun untuk membuat kapal
membutuhkan biaya yang besar. Kapal replika tersebut rata-rata dikerjakan secara
kelompok oleh warga dengan dana berupa swadaya dan bantuan dari desa.
Untuk meringankan peserta, panitia memberi bantuan sesuai
ukuran perahu yang dibuat. Masing-masing sebesar Rp 10 juta untuk perahu besar,
Rp 7 juta untuk perahu sedang, dan Rp 3 juta untuk perahu kecil. Total ada Rp
109 juta dana yang disiapkan dari APBDes dan swadaya masyarakat.
Penonton festival arung kanal (sumber : Banyuwangi.merdeka.com) |
AWAL MULA TRADISI ARUNG KANAL SUNGAI SAMPEAN
Lomba perahu hias adalah tradisi masyarakat Dusun
Tanjungrejo, Desa Kebondalem yang sudah dilaksanakan sejak akhir tahun 1960-an.
Tradisi ini berawal dari lomba perahu dari batang pohon pisang bagi anak-anak
untuk memperingati HUT kemerdekaan RI. Selain itu, tradisi ini juga wujud rasa
syukur masyarakat setempat atas hasil panen yang melimpah.
Sungai Sampean ini dulunya dikenal oleh masyarakat
Banyuwangi sebagai Kali Sepanjang Bokong. Ini dikarenakan, dulunya sungai ini
digunakan untuk mandi dan buang air (MCK). Namun kini masyarakat mulai berbenah
dan merawat sungai tersebut, terlebih setelah digelar festival besar.
Konon, air Sungai Sampean tidak pernah surut sepanjang
tahun. Airnya selalu banyak dan jernih. Masyarakat di sana pun memanfaatkan air
sungai tersebut untuk keperluan irigasi guna mengairi sawahnya. Hasilnya
memuaskan, tanamannya subur sehingga masyarakat selalu memperoleh hasil panen
yang melimpah.
Dari situ lah, untuk mengekspresikan rasa syukurnya, masyarakat
mulai menggelar lomba perahu hias di sungai yang mengalir membelah Desa
Kebondalem ini. Tradisi tersebut digelar setiap dua tahun sekali.
Festival arung kanal 2016 ini berlangsung dua hari sejak
Jumat (23/9). Sehari sebelumnya, telah digelar ritual balang (lempar)
apem yang merupakan bentuk syukur atas keberkahan rezeki dari Yang Maha
Kuasa.
Ritual balang apem (sumber : Twitter) |
Ribuan kue apem dilemparkan gadis desa dari perahu yang
menyusuri sungai ke arah penonton yang berdiri berjajar di pinggir sungai.
"Tradisi ini kami masukkan sebagai salah satu rangkaian agenda Festival Banyuwangi, agar mengenalkan tradisi ini ke khalayak yang lebih luas. Selama ini, tradisi tersebut masih belum diketahui masyarakat luas," kata Pelaksana tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Banyuwangi MY Bramuda.
"Tradisi ini kami masukkan sebagai salah satu rangkaian agenda Festival Banyuwangi, agar mengenalkan tradisi ini ke khalayak yang lebih luas. Selama ini, tradisi tersebut masih belum diketahui masyarakat luas," kata Pelaksana tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Banyuwangi MY Bramuda.
Dengan dikemas menjadi festival, diharapkan tradisi ini akan
semakin terangkat dan dikenal masyarakat. Bahkan bisa menjadi daya tarik wisata
baru bagi wisatawan dari luar daerah. (berbagai sumber )
0 komentar:
Posting Komentar