Festival Gandrung Sewu 2016 berlangsung sukses. Sebanyak 1.314 penari
Gandrung mampu memberikan suguhan yang menghipnotis ribuan penonton. Fantastis!
Ribuan penonton pun memberikan standing aplaus di akhir acara Gandrung Sewu di
Pantai Boom Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (17/9/2016).
Gandrung Sewu 2016 dibawakan 1.314 penari gandrung berlangsung sukses (sumber ; Tribunnews.com) |
Pertunjukan Gandrung Sewu tahun ini hampir tanpa cela.
Sekitar satu jam penampilan para penari mampu membuat penonton fokus menyaksikan
pertunjukan. Tepuk tangan sering kali mengiringi perubahan formasi yang
dilakukan para penari-penari cantik ini.
Louis, seorang bule asal Jerman yang menyaksikan Gandung
Sewu pun dibuat terpesona. "Very fantastic. Baru pertama kali dalam hidup
saya menyaksikan pertunjukan seperti ini," katanya.
Tampilan penari Gandrung Sewu Seblang Lukinto (sumber ; Tribunnews.com) |
Gandrung Sewu kali ini berjudul ‘Seblang Lukinto,'
menceritakan perjuangan melawan VOC, yang menjadi kelanjutan tema Seblang Sewu 2015 "Podho Nonton".
Tema 'Podo Nonton' menyajikan teatrikal tentang perjuangan
rakyat Banyuwangi yang dipimpin Rempeg Jogopati dalam melawan penjajahan VOC.
Saat itu, tarian diakhiri dengan kisah perlawanan para pejuang hingga titik
akhir.
Fragmen pertempuran antara prajurit Blambangan yang dipimpin Rempeg Jogopati melawan Belanda (sumber : Kompas.com) |
Untuk tahun ini 'Seblang Lukinto' mengisahkan kebangkitan
sisa-sisa prajurit Rempeg Jogopati untuk kembali mengangkat senjata melawan
penjajah Belanda pada masa 1776-1810.
Seblang Lukinto memiliki arti "seb" atau meneng (diam),
dan "lang" diambil dari kata langgeng artinya selawase atau
selamanya. Sedangkan "Lukinto" merupakan kata dari bahasa Sansekerta
yang artinya “dirahasiakan”.
Jika keduanya digabungkan maknanya menjadi rencana yang
harus dirahasiakan selamanya. "Saat perang pasukan tercerai berai, upaya
melawan Belanda belum selesai dan untuk menyatukan rakyat Blambangan, beberapa
pasukan Jogopati membentuk kelompok seni dan mereka menyanyikan Seblang Lukinto
sebagai sandi atau kode.
Diawali dengan penampilan anak-anak dari Lalare Orkestra
yang berlarian mengejar layang-layang, penonton tertawa melihat ada anak yang menangis
gulung-gulung di pasir karena layang-layang didapatnya diinjak-injak. Penonton
pun bertepuk tangan dengan aksi yang dilanjutkan permainan musik rancak Lalare.
Salah satu adegan Gandrung Sewu 2016 (sumber : Tribunnews.com) |
Setelah penampilan Lalare, dilanjutkan dengan permainan
musik seniman-seniman senior yang berpadu apik dengan suara khas sinden
Banyuwangi, Temuk Musti dan Supinah.
Tahun ini, gandrung sewu tampil beda. Tidak hanya
mengandalkan kolosal, tapi banyak menampilkan formasi. Sebanyak 1.314 kostum yang dipakai penari pun masih baru dipakai.
Julaidi, salah satu koordinator koreografer mengatakan, ada
empat formasi inti yang disuguhkan. "Ada empat formasi utama yang kami
tampilkan. Tahun ini komposisinya, 40 persen formasi, 30 persen tata gerak, dan
sisanya kostum," kata dia.
Formasi awal setelah penari-penari gandrung berbaris keluar, membentuk formasi
ombak. Ini sebagai tanda keluarnya Brengos Prodo yang merupakan penguasa
Rajegwesi.
Setelah itu, formasi kedua berbentuk bunga. Ini memiliki
filosofi Banyuwangi merupakan daerah pertanian yang banyak lumbung padi,
melambangkan kesuburan.
Formasi ketiga membentuk benteng. Penari-penari gandrung
menutupi tubuhnya dengan selendang merah. Ini menggambarkan filosofi para
pejuang berani dan siap bertempur melawan penjajah.
"Benteng merah menunjukkan para pejuang siap dan berani
untuk bertempur," kata Julaidi sambil menambahkan formasi terakhir seluruh
penari gandrung berkumpul dan kembali membentuk bunga.
Pimpinan Forpimda Banyuwangi di antaranya Wakil Bupati,
Kapolres, Ketua DPRD dan tamu undangan, berada di tengah dengan mengepakkan
kipas berwarna kuning sebagai kelopak. Formasi ini menggambarkan persatuan yang
bisa mengalahkan apapun.
Formasi bunga yang melambangkan persatuan yang kokoh. (sumber : Tribunnews.com) |
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi M Y.
Bramuda mengatakan, Gandrung Sewu tahun ini membutuhkan persiapan selama tiga
bulan. Mulai dari pemilihan penari dan latihan di tiap kecamatan.
"Penari-penari Gandrung Sewu berasal dari 24 kecamatan.
Penari-penari yang terpilih berlatih terlebih dahulu di tiap kecamatan, lalu
dikumpulkan saat gladi kotor," kata Bramuda.
Selain 1.314 penari, Gandrung Sewu ini melibatkan banyak
pelatih dan seniman di Banyuwangi. Terdapat empat koreografer dan 24 pelatih
untuk melatih di tiap kecamatan. Total sekitar 1500 orang yang terlibat di
Gandrung Sewu.
"Kami sangat berterima
kasih dengan seluruh pihak yang terlibat. Terutama panitia-panitia di tiap
kecamatan. Tanpa mereka festival ini tidak mungkin sukses," kata Bramuda.
(Tribunnews.com)
0 komentar:
Posting Komentar