Upacara Entas-Entasan Di Banyuwangi - Upacara Ngaben memang identik dengan tradisi di Bali. Tapi
di Banyuwangi ternyata juga ada Ngaben. Sebetulnya tidak mengherankan karena
pemeluk Hindhu di Banyuwangi cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah.
Salah satunya di Kecamatan Muncar.
Upacara entas-entas, Ngaben ala Jawa (sumber : Beritajatim.com) |
Namun berbeda dengan Ngaben di Bali yang sudah menjadi
tradisi, Ngaben ala Jawa yang baru pertama kali diadakan di Banyuwangi dan
Pulau Jawa ini tidak ada proses kremasi atau pembakaran jenazah maupun pengambilan
tulang belulang di makam untuk kemudian dibakar. Tata caranya masih menggunakan
budaya Hindu di Jawa yang merupakan peninggalan kerajaan Majapahit. Ngaben ala
Jawa ini disebut upacara Entas-Pangentasan atau Entas-Entasan.
Upacara Entas-Pangentasan ini dilakukan oleh umat Hindu di Desa
Kumendung, Kecamatan Muncar, Banyuwangi pada Kamis (4/8/2016). Acara ini
dipusatkan di Candi Luhur Moksa Jati Dalem Puri Blambangan.
Entas pangentasan adalah ritual adat hindu jawa untuk
menyucikan arwah (atma) leluhur atau anggota keluarga yang telah meninggal
dunia agar mencapai kesempurnaan menjadi Dewa Pitara.
Para anggota keluarga yang mati dipanggil melalui perantara
bunga, lalu disucikan bersama. Dalam ajaran Hindu, ritual ngentas-entas itu
dimaksudkan sebagai pemanggilan jiwa atau roh anggota keluarga yang meninggal
untuk disucikan. Selanjutnya, roh di-stana-kan atau ditempatkan pada
tempat yang mulia.
Upacara entas-entas khas Hindu di Jawa ini dimulai dengan
ritual penyucian sesaji di pemakaman umum Hindu atau makam Mbah Kopek di Desa
Sumbersewu, Kecamatan Muncar. Beberapa sesaji yang digunakan seperti nasi
tumpeng buceng, tumpeng golong, tumpeng pengentas, tumpeng brok, jenis umbi-umbian,
buah-buahan pisang dan kelapa.
Menurut Oentoeng Margiyanto, sesepuh umat Hindu desa
setempat, dalam prosesi tersebut, ada tiga upacara yang harus di lakukan.
Pertama Ngentas, yang memiliki arti mengangkat roh untuk disucikan, yang
dilakukan di Punden (makam) Mbah Kopek di desa setempat.
Setelah itu dilanjutkan dengan upacara Nuntun Betara, yaitu
membawa bunga yang di percaya sebagai perwujutan roh leluhurnya, dari Punden
menuju Candi Luhur Moksa Jati Dalem Puri Blambangan.
Setelah melakukan prosesi Nuntun Betara, para ahli waris
bersama Brahmanaya (Pemimpin Upacara) melaksanakan tahap akhir yaitu
Ngelinggihan (ditaruh atau dirumahkan) di Candi Luhur Moksa Jati Dalem Puri
Blambangan.
Keluarga melakukan keliling candi Moksa Jati sebagai simbol leluhur telah menjalani upacara entas-entas (sumber : Kompas.com) |
Upacara entas-entas khas Hindu di Jawa ini dimulai dengan
ritual penyucian sesaji di pemakaman umum Hindu atau makam Mbah Kopek di Desa
Sumbersewu, Kecamatan Muncar. Upacara ini dipimpin oleh tiga pandita Hindu
Jawa, yaitu Romo Ageng Wijoyo Buntoro dari Sidoarjo, Romo Rsi Hasto Dharmo dari
Sidoarjo, dan Romo Rsi Rahmadi Dharma Catur Telaba dari Batu, Malang.
Ada beberapa
sesaji yang digunakan dalam acara ini, antara lain nasi tumpeng buceng, tumpeng
golong, tumpeng pengentas, tumpeng brok, polo pendem (ubi ubian dan kacang
kacangan), polo gemantung (buah-buahan), dan sesaji pisang serta kelapa.
Mulanya, bebantenan atau sesaji akan disucikan dengan doa-doa berbahasa Jawa serta diiringi gending Jawa. Kemudian sawa atau roh leluhur yang sudah diundang hadir, yang disimbolkan dalam bentuk kendil berisi bunga yang dibungkus kain putih. Setiap ahli waris leluhur akan membawa kendil masing-masing menuju candi Moksajati yang berjarak sekitar 1,5 km dengan arak arakan dan diiringi dengan gamelan bale ganjur.
Tiba di candi, para keluarga seluruh umat melakukan murwa
daksina (keliling) candi sebagai simbol leluhur jika telah menjalani
upacara entas-entas.
0 komentar:
Posting Komentar