Kopi Luwak Banyuwangi - Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil kopi. Kopi
menjadi salah satu hasil bumi andalan di Banyuwangi. Selain memiliki lahan kopi
yang begitu luas, cita rasa kopi Banyuwangi juga memiliki karakter rasa yang
kuat dan khas hingga banyak dikenal di mancanegara.
Luwak diatas pohon kopi (sumber : Facebook.com) |
Lahan kopi di Banyuwangi tersebar di 8 kecamatan yaitu
Songgon, Wongsorejo, Glagah, Licin, Kalipuro, Kalibaru, Pesanggaran, dan
kecamatan Glenmore, dimana kepemilikan lahannya sebagian dimiliki oleh rakyat
dan sebagian dimiliki oleh pihak perkebunan. Salah satu sentra kopi rakyat
berada di Dusun Krajan, Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Di Desa Telemung hampir 90 persen masyarakatnya adalah
petani kopi dan peternak kambing etawa. Dari total luas desa Telemung 570
hektar, lebih dari separuhnya (52%) merupakan lahan kopi, dengan jumlah
produksi mencapai 5 ton per hektar per musim panen, sehingga desa ini pantas
disebut sebagai desa penghasil kopi di Banyuwangi. Bahkan rata-rata pekarangan
rumah warganya ditanami pohon kopi.
Mayoritas kopi yang dihasilkan adalah jenis robusta dan
excelsa (kopi nangka atau dikenal dengan nama lokal Buria). Saat memasuki musim
panen yang biasanya jatuh antara bulan Agustus sampai Desember dengan 5 kali
petik, banyak masyarakat yang menjemur hasil kebunnya di halaman rumah mereka.
Saat itulah para petani kopi banyak menemukan kopi luwak dalam kondisi basah. Kopi luwak basah yang berhasil dikumpulkan tersebut kemudian
diolah untuk konsumsi serta dijual di pasaran.
Warga desa Telemung memanfaatkan pekarangan untuk menjemur kopi (sumber : Detik.com) |
Salah satu warga setempat yang mengolah kopinya dan
memasarkan melalui media sosial adalah Imam Mukhlisin (26). Ia menjual kopi
beraneka jenis dari arabica, robusta dan excelsa dengan nama Kimmy Omah Kopi.
Nama Kimmy diambil dari binatang luwak Lombok peliharaannya yang berwarna
hitam. Kopi luwak baru diproduksinya sejak Agustus 2012 lalu.
Keluarga Imam sendiri memiliki hampir 2 hektar kebun kopi
yang dikelola secara turun-temurun. Hampir 90 persen adalah tanaman kopi jenis
Robusta dan sisanya adalah Arabica serta Excelsa.
Awalnya kopi yang dihasilkan oleh keluarganya disetor kepada
pengepul hingga akhirnya sejak tahun 2012 Imam berinisiatif mengelola sendiri
kopinya dan menjual secara online.
Imam dan Kimmy, luwak kesayangannya (sumber : Detik.com) |
Kopi luwak produksinya tidak terlalu banyak karena jenis
yang basah tidak selalu bisa didapatkan setiap hari. Maklum, kopi luwak di Desa
Telemung berasal dari luwak liar, bukan penangkaran. Rata-rata satu petani kopi
rakyat di daerahnya menyetor kopi luwak basah antara 5 kg sampai 10 kg dalam setahun. Namun dalam masa panen kopi bisa mencapai 150 kg.
Imam membeli
kopi luwak basah dari warga seharga Rp 40.000- Rp 50.000/kg. Timbangan berat
kopi luwak basah akan susut 30% saat dikeringkan dan diolah menjadi produk
jadi. Proses pengolahan kopi luwak basah secara manual mulai dicuci,
dikeringkan sampai digiling.
Suami dari Ida Rosika (26) ini menjual kopi luwak mulai dari Rp 75.000-Rp 200.000u/ons. Dia juga menjual kopi lanang dengan harga Rp 15.000/ons. Sedangkan untuk kopi jenis lain dijual antara Rp 25 ribu sampai Rp 45 ribu per kg.
Aneka kopi produk Kimmy Omah Kopi (sumber : Kompas.com) |
Kimmy Omah Kopi pun diapresiasi dan akan dijadikan proyek
percontohan untuk mengembangkan Industri Kecil Menengah (IKM) di Desa Telemung.
Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Pertambangan Kabupaten Banyuwangi, I Komang Dedi menjelaskan nantinya produk
Kimmy Omah Kopi akan diintegrasikan dengan pengembangan pariwisata di
daerahnya.
Jika sedang di Banyuwangi, Anda juga bisa menikmati kopi
luwak di Kimmy Omah Kopi yang berada di Dusun Krajan, RT 2 RW 2, Desa Telemung,
Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi.
Letak desa Telemung yang strategis, yaitu berada diantara kaki Gunung Ijen dan Gunung Raung, membuatnya layak dikembangkan menjadi destinasi baru di Banyuwangi. (Detik.com, Kompas.com)
Letak desa Telemung yang strategis, yaitu berada diantara kaki Gunung Ijen dan Gunung Raung, membuatnya layak dikembangkan menjadi destinasi baru di Banyuwangi. (Detik.com, Kompas.com)
0 komentar:
Posting Komentar