Muncar Menuju Kampung Wisata Nelayan - Saat berkunjung ke Kecamatan Muncar, Banyuwangi, (10/4/2016) Menko Kemaritiman Rizal Ramli memastikan jika pelabuhan Muncar akan menjadi salah satu tempat yang akan dikembangkan menjadi kampung wisata berbasis nelayan yang hijau (
green fishing village). Di mata Rizal Ramli, Muncar memiliki daya tarik dan potensi pariwisata yang luar biasa.
"Di pelabuhan Muncar contohnya, ikannya segar dan melimpah. Ukiran dan hiasan perahu-perahunya juga unik dan ini sangat menarik serta tidak dimiliki oleh nelayan di tempat lain," pujinya.
Salah satu pesona Muncar adalah pelabuhan lautnya.
Bicara tentang Muncar memang tidak akan lepas dari tiga hal : pelabuhan, nelayan, dan perahu atau kapal khasnya serta produksi ikannya yang melimpah. Paling tidak, empat hal itulah yang melekat dengan kehidupan keseharian di Muncar, sebuah kecamatan yang terletak di sebelah selatan Banyuwangi yang berjarak sekitar 35 km dari pusat kota Banyuwangi.
Muncar adalah wilayah pelabuhan. Sebagian masyarakatnya adalah nelayan dan orang-orang yang mata pencahariannya bergantung pada aktivitas pelabuhan dan hasil tangkapan dari laut. Beberapa desa di pesisir Muncar bahkan mayoritas warganya hidup sebagai nelayan. Maka tak heran di kalangan nelayan Muncar terdapat tradisi Petik Laut sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dari hasil laut yang melimpah.
Tradisi petik laut Muncar ini diadakan setiap bulan Muharram atau Suro.
PELABUHAN MUNCAR
Apabila Anda berkunjung ke Muncar, salah satu tempat yang pasti tak akan dilewatkan adalah pelabuhannya. Bisa dikatakan denyut nadi perekonomian Muncar berpusat di pelabuhan. Bahkan Muncar disebut sebagai pelabuhan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur, dan nomer dua di Indonesia setelah Bagan Siapi-api. Produksi ikan di Banyuwangi pada tahun 2015 mencapai 85 ribu ton dengan beragam jenis ikan. Melimpahnya ikan di perairan Muncar menarik banyak pengusaha berinvestasi dalam industri pengolahan ikan, seperti pabrik pengalengan ikan, pabrik tepung ikan, dan gudang pendingin ikan dari skala kecil hingga besar yang membuat perekonomian Muncar selalu bergerak.
Pelabuhan Muncar memiliki dermaga sepanjang 1 km yang membelah laut Selat Bali. Di sepanjang dermaga ini sejauh mata memandatang terdapat ratusan perahu nelayan berwarna-warni yang berjajar rapi. Bak sebuah pelangi. Inilah pemandangan khas pelabuhan Muncar yang akan memesona siapapun yang melihatnya.
|
Menikmati senja di pelabuhan Muncar (sumber : Banyuwangi.merdeka.com) |
Pelabuhan Muncar menjadi jujugan favorit warga sekitar untuk bersantai melepas penat sembari menikmati semilir angin laut dan menikmati suasana di sekitar pelabuhan. Berbagai aktivitas para nelayan setempat menjadi pemandangan yang cukup menarik. Anda bisa melihat nelayan yang sedang membersihkan perahu, memperbaiki jaring yang rusak, atau nelayan yang sedang bersiap melaut. Memancing di sore juga banyak dilakukan oleh warga Muncar di pelabuhan. Bergeser di Tempat Pelelangan Ikan, aktivitas yang rutin terlihat seperti menjemur ikan, menimbang dan memilih ikan. Menjelang sore hari banyak terlihat nelayan yang bersiap melaut.
Meskipun terletak di pantai selatan, ombak di garis pantai Muncar relatif tenang. Hal ini karena keberadaan semenanjung Sembulungan yang mampu 'menahan' ombak laut di perairan Muncar, sehingga tidak sebesar seperti pada pantai selatan umumnya. Karena itu banyak berada di pelabuhan Muncar selain aman juga membuat betah berlama-lama.
|
Suasana pasar ikan Muncar (atas) dan deretan ikan segar menunggu pembeli (bawah)
sumber : Zulviarumaida.blogspot.co.id) |
Tak hanya menikmati pantainya, pengunjung pun bisa berbelanja ikan dan hasil laut lainnya. Pelabuhan Muncar Banyuwangi dilengkapi pasar ikan yang ramai, memiliki lokasi parkir yang cukup luas, dengan fasilitas toilet yang memadai, dan terdapat Mushola yang
bersih. Sehingga para pengunjung merasa nyaman memilih ikan di sini. Jadi sangat rugi jika datang ke Muncar tidak memborong ikan segarnya.
|
Mushola yang bersih di Pelabuhan Muncar
(sumber : Zulviarumaida.blogspot.co.id) |
KAPAL SLEREK KHAS MUNCAR
Pemandangan paling mencolok di sekitar pelabuhan Muncar adalah ratusan kapal warna-warni dalam berbagai ukuran yang parkir berjajar. Tidak ada kapal yang dekil di Muncar. Semua kapal dipoles mencolok dengan paduan warna putih, biru, merah dan kuning, dipenuhi berbagai aksesoris aneka rupa dan umbul-umbul. Pada bagian atas kapal dipasang lukisan berbingkai dengan aneka rupa gambar, mulai anak kecil, wanita, orang-orang terkenal dan para pahlawan. Di beberapa kapal ada yang dihias dengan aksesoris seperti sebuah singgasana yang disebut dengan
pakesan.
Kapal-kapal khas Muncar inilah yang disebut sebagai
Slerek. Keberadaan kapal slerek inilah yang membuat pelabuhan Muncar tampak semarak dan berbeda dengan pelabuhan lainnya. Saat ini diperkirakan ada 130 kapal slerek yang masih beroperasi di pelabuhan Muncar.
Ukuran kapal slerek bermacam-macam, dari yang kecil hingga yang sangat besar dan semuanya terbuat dari kayu. Ada kapal yang bermesin ada yang tidak, tapi umumnya kapal slerek di pelabuhan Muncar bermesin. Semakin besar ukuran kapal, semakin banyak mesin diesel yang dipasang. Untuk ukuran kapal slerek dengan panjang 10 meter lebih, dibutuhkan mesin diesel sebanyak 8 unit.
|
Perahu slerek di Pelabuhan Muncar dengan aneka aksesorisnya. (sumber : Sindonews.com) |
Setiap kapal slerek bisa membawa 40-50 awak kapal, tergantung besar-kecilnya kapal. Mereka yang bekerja sebagai awak kapal slerek ini disebut
Nylerek atau
Tukang Slerek. Para awak kapal slerek ini biasanya membawa bekal sendiri dari rumah, makanan dan minuman yang dibawanya ditaruh didalam ember plastik supaya tidak mudah terkena air laut. Umumnya dalam sebulan mereka melaut selama 20 hari dan 10 hari sisanya libur.
Uniknya, kapal slerek ini harus berpasangan. Masyarakat setempat menyebut sepasang kapal itu sebagai "suami-istri". Memang tidak salah, karena saat melaut, kapal slerek tersebut akan berlayar bersama berpasangan. Salah satu kapal membawa jaring dan kapal pasangannya membawa awak kapal sekaligus untuk menampung ikan yang berhasil ditangkap.
Kapal yang menjadi "suami" bentuknya lebih ramping, berlayar di depan dan di bagian atas kapal ada tempat duduk untuk nakhoda, yang disebut Juragan Laut. Selain mengangkut jaring, kapal suami juga berfungsi sebagai pemburu ikan. Juragan laut inilah yang memimpin saat melakukan penangkapan ikan termasuk menentukan titik dimana jaring dilepaskan.
|
Deretan perahu slerek yang cantik (sumber : Kotaikan.blogspot.co.id) |
Selain juragan laut, masyarakat Muncar juga mengenal istilah juragan darat. Keduanya diperlukan agar pelayaran bisa berjalan dengan baik.
Juragan darat adalah si pemilik kapal dan orang yang membiayai pelayaran. Maklum, harga sebuah sebuah kapal slerek terbilang tidak murah. Yang bekas saja harganya sekitar Rp 750 juta, sedangkan yang baru harganya lebih dari 1 miliar. Selain itu biaya operasional berlayar juga tidak sedikit. Sekali berlayar dibutuhkan biaya sekitar Rp 7 juta untuk membeli solar dan es balok yang dibawa kapal. Karena itu keberadaan dan kerjasama antara juragan darat sebagai pemodal dan juragan laut sebagai ahlinya berburu ikan, mutlak dibutuhkan.
Sebelum melaut, nelayan akan mengawali dengan membuat selamatan kecil-kecil di rumah juragan laut atau juragan laut yang dihadiri para awak kapal yang akan ikut berlayar. Tujuannya tak lain agar selama musim berlayar mereka mendapat keselamatan serta keberkahan.
Peta jarak pusat kota Banyuwangi ke Muncar.
#KapalSlerek #PelabuhanMuncar
0 komentar:
Posting Komentar