Salah satunya adalah foto kapal berukuran besar
yang menambatkan jangkar tak jauh dari bibir Pantai Boom,
Banyuwangi. Dalam foto itu terlihat jelas ratusan warga yang
mengenakan pakaian warna putih menyemut di bibir pantai pelabuhan
Boom, Banyuwangi pada tahun 1924. Beberapa di antaranya tampak berdiri di
tepi pantai, sedangkan puluhan warga yang lain terlihat menunggang
perahu kecil menuju kapal lain yang ukurannya jauh lebih besar. Mereka
adalah para calon jamaah haji asal Bumi Blambangan yang hendak menuju
Makkah, menggunakan kapal SS Rotti. Momen tersebut terekam dalam foto
di Museum Sukowidi.
Sementara itu foto lain menggambarkan kawasan Simpang
Lima Banyuwangi. Tidak seperti saat ini, dalam foto yang diambil
tahun 1920-an itu tampak kawasan Simpang Lima masih lengang dari
lalu-lintas kendaraan bermotor.
Itulah sekilas gambaran Banyuwangi tempo dulu
yang dapat dilihat di dalam rumah sederhana yang kini
dijadikan Museum Sukowidi tersebut. Museum yang didirikan
dan dikelola secara swadaya oleh Komunitas Pencinta
Sejarah Blambangan (Koseba) itu, mulai dibuka sejak 18 Mei 2013,
bertepatan dengan Hari Museum Internasional.
Museum Sukowidi |
Museum Sukowidi berada di Jalan Yos Sudarso No 15, tepatnya
di utara lampu merah Sukowidi, Kelurahan Klatak, Banyuwangi. Museum Sukowidi
sendiri menempati rumah kuno seluas 200 meter persegi, berasitektur gothik yang
dibangun Belanda tahun 1928. Tak ada papan nama nama museum yang dipasang. Di
bagian depan museum malah tercetak tulisan besar “Jasa Angkutan Expedisi”.
Orang-orang mungkin tak menyangka bangunan itu menyimpan banyak benda penting
penanda sejarah Banyuwangi. Itulah sebabnya menemukan museum ini susah-susah
gampang, karena bangunannya memang tidak terlalu mencolok.
Menurut pengakuan si
pemilik rumah yang dijadikan museum, Ira Rahmawati, awalnya rumah kuno tersebut
kosong. Rumah ini bagian dari cagar budaya yang didirikan pada 1928. Daripada
tidak dipakai, lalu muncul ide untuk menjadikannya sebagai museum.Diakuinya, museum yang dikelolanya belum memenuhi standar museum. Namun demikian, ia tetap berusaha mempertahankan museum kebanggaan komunitasnya.
KOLEKSI MUSEUM SUKOWIDI
Sebagian besar koleksi Museum Sukowidi berupa foto dan
lukisan. Selain menyimpan koleksi arsip, foto dan lukisan, museum itu juga
berfungsi menjadi pusat sejarah dan budaya, sekaligus markas Koseba. Pengurus
Koseba juga menyediakan fasilitas home stay untuk para pejalan yang ingin
menginap.
Foto dan lukisan yang dipajang berasal dari berbagai
sumber. Sebagian merupakan koleksi pribadi pengurus Koseba, hasil
pencarian dari internet maupun sumbangan dari berbagai pihak yang peduli dengan
sejarah dan budaya Banyuwangi. Beberapa foto yang menarik, diantaranya foto
stasiun kereta api di Banyuwangi pada periode 1895-1910 dan Foto penari
Gandrung Banyuwangi pada tahun 1910-1930. Yang tak kalah mengesankan adalah
foto Stasiun kabel Banyuwangi-Kabel Laut Atlantik tertanggal 10 Desember 1901,
foto lawas Kawah Ijen dan lukisan Candi Macan Putih karya Johannes Muller pada
1859. Reproduksi lukisan itu merupakan sumbangan seorang pakar sejarah, yaitu
Dr. Sri Margana.
Stasiun kabel Banyuwangi, kabel laut Atlantik. |
Lukisan Candi Macan Putih. |
Penari gandrung tempo dulu. |
Museum Sukowidi terbagi menjadi beberapa ruangan, yang
fungsinya beda-beda. Ada yang menjadi ruang mendisplay foto dan lukisan.
Ruangan utama yang digunakan memajang koleksi foto dan lukisan juga difungsikan
sebagai tempat diskusi. Di sebelah ruang utama, ada kamar yang berisi tempat
tidur dan rak buku. Pengunjung boleh membaca sepuasnya di sana. Buku-bukunya
sebagian besar merupakan koleksi pribadi para pengurus Koseba.
Selain memajang foto, pengelola Museum
Sukowidi juga memiliki sejumlah foto lain yang disimpan
dalam bentuk soft copy. Pengunjung bisa melihat file foto yang
belum dicetak tersebut melalui layar laptop. Tidak hanya
itu, buku-buku sejarah dan budaya Banyuwangi juga bisa
kita jumpai dan dibaca di museum tersebut.
Meski dikelola tanpa anggaran pemerintah, Koseba
tidak memasang tarif untuk warga yang mengunjungi
Museum Sukowidi. Artinya, pengunjung tidak perlu membayar tiket
masuk ke museum tersebut. “Warga bisa mengunjungi
Museum Sukowidi secara gratis. Namun untuk sementara, museum
ini kami buka secara on call. Sebelum datang, calon
pengunjung harus mengontak kami melalui akun facebook
Koseba atau di nomor telepon seluler 081330106304,” cetus Ira.
Perlahan namun pasti, keberadaan Museum mulai menarik perhatian masyarakat
Banyuwangi. Kunjungan dari rombongan siswa sekolah seakan tak berhenti
berdatangan. Tidak sedikit kalangan siswa, mahasiswa, bahkan
masyarakat umum yang ingin tahu sejarah Banyuwangi
memanfaatkan museum tersebut.
Mereka tampak antusias saat
mendapat penjelasan tentang cerita di balik foto-foto yang dipajang di Museum
Sukowidi. Hal itu tak terlepas dengan keahlian pengurus Koseba saat menjadi
pemandu mereka. Ternyata, jika diperkenalkan, generasi muda pun bisa peduli
dengan kisah dan fakta sejarah. Hal itu menjadi bukti komitmen Koseba untuk
ikut melestarikan dan membangkitkan sejarah serta budaya Banyuwangi.
Lho, itu rumah di sebelah rumah Q.
BalasHapusYang tetangga nya aja nggak sadar.