Wisata Banyuwangi - Banyuwangi,
selain dikenal memiliki keragaman budaya, kesenian dan tradisi, juga menyimpan
kekayaan tempat wisata yang luar biasa, mulai dari dataran tinggi, pantai dan
kawasan hutan dengan kekayaan flora dan fauna yang tak ternilai. Dengan segala
potensi dan sumber daya yang dimilikinya, tidak heran kalau kemudian muncul
berbagai sebutan atau julukan untuk kabupaten Banyuwangi.
Diantara
berbagai julukan tersebut, ada yang populer dan telah melekat di hati
masyarakat Banyuwangi, ada yang sempat populer sesaat kemudian ditinggalkan
atau tidak digunakan lagi, namun ada juga sebutan untuk Banyuwangi yang kurang
memasyarakat, meskipun sebetulnya sebutan atau julukan tersebut masuk akal dan
pantas disematkan untuk Banyuwangi.
Inilah
berbagai sebutan atau istilah yang pernah ada, yang pantas disandang atau yang
sangat populer bagi kabupaten Banyuwangi.
1. Banyuwangi Kota Pisang
Banyuwangi
pernah dikenal sebagai kota pisang. Sebutan ini bermula dengan banyaknya
tanaman pisang di Banyuwangi sekitar tahun 1980-an. Pada saat itu penduduk
Banyuwangi banyak yang menanam pohon pisang di pekarangan rumah maupun kebun
miliknya. Salah satu pisang Banyuwangi yang populer adalah pisang sobo, yang di
daerah lain disebut pisang kapok atau pisang kapuk.
Memasuki era 90-an pohon
pisang mulai berkurang. Puncaknya terjadi pada tahun 2003, akibat serangan mematikan virus trichodarma, ribuan pohon pisang
di banyuwangi sulit berbuah dan berkembangbiak, dan akhirnya mati. Buntutnya,
produksi pisang Banyuwangi menurun drastis. Dari
86 ribu ton di tahun 2002, tinggal 32 ribu ton pada tahun 2003. Hal ini diikuti
berkurangnya luas lahan pohon pisang dari 6,2 ribu hektar menjadi 2,5 ribu
hektar.
Bersama
dengan hilangnya pohon pisang, sebutan sebagai kota pisang pun tinggal gemanya
saja. Pada saat ini, generasi muda Banyuwangi lebih mengenal pisang Banyuwangi
lewat penganan ringan sale pisang atau keripik pisang kapok merah, sebagai
salah satu jenis oleh-oleh khas Banyuwangi. Setidaknya hal ini bisa dimaknai
sebagai bentuk upaya pelestarian sisa-sisa kejayaan pisang Banyuwangi di masa
lalu.
2. Banyuwangi Lumbung Padi
Prestasi Banyuwangi sebagai daerah produsen padi sudah teruji. Jika Jawa Timur adalah lumbung padi nasional, karena tercatat sebagai provinsi penghasil beras tertinggi di Indonesia, sebanyak 1,1 juta ton,
maka Banyuwangi adalah lumbung padi Jawa Timur. Bahkan sumbangsih produksi
beras dari banyuwangi cukup signifikan dalam menyokong penyediaan beras
nasional.
Produktivitas beras Banyuwangi adalah 6,5 (kw/ha) kuintal per hektare hingga 6,7 (kw/ha). Angka tersebut melampaui
produktivitas padi nasional yakni 5,9 kw/ha hingga 6,00 kw/ha.
Pada tahun 2011,
akibat serangan hama ganas produksi padi Banyuwangi memang sempat menurun menjadi
761.300 ton dari tahun sebelumnya 2010
sebesar 833.913 ton. Namun, meski produksi beras anjlok, tapi produktivitasnya
tetap naik. Bahkan di tahun 2012 lalu, Kabupaten Banyuwangi mampu bangkit
dengan produksi berasnya diprediksi mencapai 900 ton.
Atas
prestasi Banyuwangi mempertahankan predikat sebagai salah satu lumbung padi
nasional, pada tahun 2012 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan
penghargaan peningkatan produksi beras nasional (P2BN) kepada Bupati
Banyuwangi. Kabupaten Banyuwangi dinilai berhasil memberikan kontribusi pada
produksi beras nasional sekaligus berhasil meningkatkan produktivitas beras.
Sukses
Banyuwangi sebagai lumbung padi ini tidak terlepas dari peran tempat penggilingan yang tersebar di berbagai penjuru Banyuwangi. Dari 24
kecamatan di Banyuwangi, lebih dari 30 tempat yang memiliki tempat penggilingan gabah
dalam skala raksasa. Diperkirakan, jumlah keseluruhan mencapai lebih dari 100
tempat penggilingan padi, baik yang berskala besar, sedang maupun kecil.
Jadi, predikat
sebagai kota penghasil padi pantas disandang Banyuwangi.
3. Banyuwangi Kota Bahari
Sebutan sebagai kota bahari juga pantas disandang Banyuwangi. Hal ini didukung oleh fakta-fakta berikut :
- Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang 175,8 km yang membentang dari timur hingga ke selatan, yaitu antara Kecamatan Wongsorejo hingga Kecamatan Pesanggaran, yang merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan industri dan pariwisata.
- Banyuwangi memiliki sejumlah pantai yang terkenal dengan keindahan dan keunikannya. Misalnya Pantai Plengkung yang disukai para selancar profesional karena ombaknya yang berkelas dunia, begitu juga dengan pantai Pulau Merah yang tekstur pantai dan gelombangnya tidak kalah menawan, terdapat Penangkaran penyu di Sukamade dan pantai Ngagelan, Gugusan karang yang indah di Wongsorejo, hutan mangrove di Bedul yang memiliki 27 jenis mangrove terlengkap di Indonesia, pantai Rajekwesi yang pasirnya memiliki kandungan biji besi, pantai Pancur dengan pasir gotrinya, pantai Triangulasi dengan pasir putihnya dan keindahan panoramanya, pantai Parang Ireng dengan pasirnya yang hitam legam, pantai Teluk Hijau dengan airnya yang berwarna kehijauan.
- Keberadaan Muncar sebagai daerah penghasi ikan terbesar kedua di Indonesia setelah Bagan siapi-api di Sumatera utara. Bahkan menurut data terakhir, produksi ikan Banyuwangi sudah melampaui Bagan Siapi-api. Ini berarti, saat ini Banyuwangi adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia.
- Banyuwangi juga memiliki wilayah tambak udang seluas 1.380 hektare dengan produksi 10 ton per tahun, yang mencukupi 30% dari kebutuhan di Jawa Timur.
- Sebagai daerah penghasil ikan terbesar, Banyuwangi juga identik dengan kuliner seafoodnya. Salah satunya pantai Blimbingsari yang terkenal dengan sajian ikan bakarnya. Belum lengkap ke Blimbingsari kalau belum menikmati ikan bakarnya. Keberadaan rumah makan sampai warung tenda di pinggir jalan yang menawarkan menu masakan laut banyak dijumpai di berbagai tempat di Banyuwangi.
4. Banyuwangi Kota Petualangan
Banyuwangi adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang terdapat 3 Taman Nasional di wilayahnya. Yaitu Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran.
Secara geografis Banyuwangi juga memiliki potensi alam yang lengkap: di sebelah barat terdapat gugusan pegunungan Ijen, laut Selat Bali di sebelah timur, hutan belantara di sisi selatan dan utara, dan pantai dengan ombak yang bergulung-gulung di sebelah selatan yang berbatas dengan lautan Hindia.
Kondisi tersebut menunjukkan kekayaan alam Banyuwangi yang luar biasa, yang sangat potensial dikembangkan sebagai industri pariwisata yang menawarkan sejuta petualangan. Banyuwangi dengan kekayaan laut, gunung dan hutan adalah surganya wisata petualang alam yang lengkap.
5. Banyuwangi Ijo Royo-Royo
Banyuwangi Ijo Royo-Royo (BIRR) adalah suatu program penghijauan dari Pemkab Banyuwangi dibawah pimpinan Bupati Ratna Ani Lestari yang bertujuan untuk menciptakan Banyuwangi yang indah, teduh, sejuk dan ijo royo-royo, tidak banjir ketika hujan karena semua wilayah sudah ditanami pohon-pohon penahan erosi, sehingga diharapkan ke depan Banyuwangi bebas dari banjir.
6. Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal
bakal dari Banyuwangi.
7. Banyuwangi Kota Gandrung
Gandrung adalah kesenian tari yang sangat populer di Banyuwangi. Kata "Gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen.
Tari Gandrung lahir dan tumbuh pesat di Banyuwangi. Di sekolah-sekolah, tarian ini banyak diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler, begitu juga di masyarakat banyak sanggar-sanggar tari yang melestarikannya. Tari Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, petik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi.
Maka tidak heran tarian ini sangat populer dan telah menjadi ciri khas dari daerah Banyuwangi, hingga tidak salah jika Banyuwangi sering diidentikkan dengan Gandrung, dan di berbagai sudut wilayah Banyuwangi banyak dijumpai patung penari Gandrung, salah satunya di pantai Dodol.
Dewasa ini Gandrung telah menjadi ikon atau maskot pariwisata Banyuwangi. Pada event tahunan Banyuwangi Festival, tari Gandrung dipertunjukan dalam bentuk pagelaran tarian massal dengan nama Gandrung Sewu. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap keberadaan kesenian Gandrung sebagai identitas kota Banyuwangi sebagai Kota Gandrung.
8. Banyuwangi Kota Osing
Banyuwangi yang memiliki topografi yang unik dan penduduk
yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yang secara dominan
membentuk stereotype karakter Banyuwangi, yaitu Jawa Mataraman, Madura – Pandalungan
(Tapal Kuda) dan Osing. Meskipun secara proporsi bukan merupakan penduduk
mayoritas, suku osing adalah penduduk asli Banyuwangi. Orang-orang Osing adalah
masyarakat Blambangan yang tersisa. Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku
osing mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang berbeda dari
masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali).
9. Banyuwangi Kota Santet
Barangkali diantara sejumlah sebutan untuk Banyuwangi, predikat sebagai kota santet ini yang paling menimbulkan kontroversi. Suka atau tidak, sebutan ini masih melekat di dalam benak orang di luar Banyuwangi. Bahkan pada sebagian orang Banyuwangi sendiri. Misalnya dengan mengabadikan dalam tulisan The Santet Java pada kaos oblong.
10. The Sunrise of Java
Ini adalah sebutan baru untuk Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
menggunakan tagline baru tersebut untuk mempromosikan Banyuwangi sebagai
destinasi wisata. Sebutan Banyuwangi The Sunrise of Java ini menggambarkan bahwa Banyuwangi merupakan tempat
terbitnya mentari pagi pertama di Pulau Jawa. Di saat orang-orang di kota lain
di pulau jawa masih terlelap dalam tidurnya, masyarakat Banyuwangi sudah
menikmati hangatnya sinar mentari pagi. Letak Banyuwangi yang berada di ujung
paling timur Pulau Jawa, sangat pas dengan dengan jargon ini. Karena tidak ada
satu pun daerah lain di Pulau Jawa yang bisa mengklaimnya selain Banyuwangi.
Di belahan dunia mana pun, spot terbaik dan paling favorit untuk melihat sunrise atau matahari terbit adalah pantai atau pegunungan. Selain memiliki Gunung Ijen, Banyuwangi yang memiliki garis pantai terpanjang di Jawa Timur ini, menjanjikan banyak pilihan spot untuk melihat sunrise. Banyak tempat strategis untuk melihat sunrise di Banyuwangi, diantaranya pantai Cacalan, pantai boom, G Ijen, pantai Bama di Taman Nasional Baluran, pantai Grajagan, dan gunung Ijen.
11. Banyuwangi Kota Kopi
Dari semua julukan untuk Banyuwangi, mungkin yang masih
belum banyak diketahui dan perlu banyak sosialisasi adalah sebutan Banyuwangi
Kota Kopi. Banyuwangi sebagai Kota Kopi bukanlah sebutan yang mengada-ada. Ada
berbagai alasan yang kuat untuk mengukuhkan sebutan Kota Kopi untuk Banyuwangi,
diantaranya :
Di awal musim giling kopi di di PT Perkebunan Nusantara XII
Kebun Kaliselogiri, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi ada aktifitas yang disebut
RITUAL MANTEN KOPI sebagai wujud panjatan doa masyarakat kepada Tuhan YME, supaya
selama proses giling dijauhkan dari berbagai marabahaya serta diberi limpahan
rezeki.
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk BANYUWANGI FESTIVAL.
Di kota lain juga punya acara festival. Tapi Festival Banyuwangi berbeda. Karena berlangsung selama 4 bulan berturut-turut, dengan tema dan segmen beragam.
Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, etnik budaya, fashion, sport tourism sampai religi.
Dalam Banyuwangi Festival berbagai ragam acara disajikan sebagai bentuk etalase besar dari potensi wisata dan kekayaan budaya Banyuwangi yang beragam, lengkap dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya yang terbuka, egaliter, dan mempunyai jiwa seni yang kuat. Sedikitnya ada 8 acara festival yang diadakan di Banyuwangi dalam satu tahun. Diantaranya Banyuwangi Ethno Carnival, Festival Batik, Festival Anak Yatim, Festival Jazz, Festival Kemiren, Festival Pemuda, Festival Kuliner, dan Festival Kuwung.
Sehingga tidak salah jika Banyuwangi disebut sebagai satu-satunya kota yang mempunyai agenda festival terbanyak di Indonesia. Banyuwangi adalah Kota Festival sesungguhnya.
13. Banyuwangi Kota Penyu
Dan akhirnya, dengan adanya berbagai sebutan atau julukan untuk kota Banyuwangi, maka dapat dikatakan Banyuwangi layak mendapat predikat sebagai Kota dengan Sebutan Terbanyak di Indonesia dan mungkin juga dunia.
Bagaimana menurut anda ?
(www.banyuwangi.us)
3. Banyuwangi Kota Bahari
- Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang 175,8 km yang membentang dari timur hingga ke selatan, yaitu antara Kecamatan Wongsorejo hingga Kecamatan Pesanggaran, yang merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan industri dan pariwisata.
- Banyuwangi memiliki sejumlah pantai yang terkenal dengan keindahan dan keunikannya. Misalnya Pantai Plengkung yang disukai para selancar profesional karena ombaknya yang berkelas dunia, begitu juga dengan pantai Pulau Merah yang tekstur pantai dan gelombangnya tidak kalah menawan, terdapat Penangkaran penyu di Sukamade dan pantai Ngagelan, Gugusan karang yang indah di Wongsorejo, hutan mangrove di Bedul yang memiliki 27 jenis mangrove terlengkap di Indonesia, pantai Rajekwesi yang pasirnya memiliki kandungan biji besi, pantai Pancur dengan pasir gotrinya, pantai Triangulasi dengan pasir putihnya dan keindahan panoramanya, pantai Parang Ireng dengan pasirnya yang hitam legam, pantai Teluk Hijau dengan airnya yang berwarna kehijauan.
- Keberadaan Muncar sebagai daerah penghasi ikan terbesar kedua di Indonesia setelah Bagan siapi-api di Sumatera utara. Bahkan menurut data terakhir, produksi ikan Banyuwangi sudah melampaui Bagan Siapi-api. Ini berarti, saat ini Banyuwangi adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia.
- Banyuwangi juga memiliki wilayah tambak udang seluas 1.380 hektare dengan produksi 10 ton per tahun, yang mencukupi 30% dari kebutuhan di Jawa Timur.
- Sebagai daerah penghasil ikan terbesar, Banyuwangi juga identik dengan kuliner seafoodnya. Salah satunya pantai Blimbingsari yang terkenal dengan sajian ikan bakarnya. Belum lengkap ke Blimbingsari kalau belum menikmati ikan bakarnya. Keberadaan rumah makan sampai warung tenda di pinggir jalan yang menawarkan menu masakan laut banyak dijumpai di berbagai tempat di Banyuwangi.
4. Banyuwangi Kota Petualangan
Banyuwangi adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang terdapat 3 Taman Nasional di wilayahnya. Yaitu Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran.
Secara geografis Banyuwangi juga memiliki potensi alam yang lengkap: di sebelah barat terdapat gugusan pegunungan Ijen, laut Selat Bali di sebelah timur, hutan belantara di sisi selatan dan utara, dan pantai dengan ombak yang bergulung-gulung di sebelah selatan yang berbatas dengan lautan Hindia.
Kondisi tersebut menunjukkan kekayaan alam Banyuwangi yang luar biasa, yang sangat potensial dikembangkan sebagai industri pariwisata yang menawarkan sejuta petualangan. Banyuwangi dengan kekayaan laut, gunung dan hutan adalah surganya wisata petualang alam yang lengkap.
5. Banyuwangi Ijo Royo-Royo
Banyuwangi Ijo Royo-Royo (BIRR) adalah suatu program penghijauan dari Pemkab Banyuwangi dibawah pimpinan Bupati Ratna Ani Lestari yang bertujuan untuk menciptakan Banyuwangi yang indah, teduh, sejuk dan ijo royo-royo, tidak banjir ketika hujan karena semua wilayah sudah ditanami pohon-pohon penahan erosi, sehingga diharapkan ke depan Banyuwangi bebas dari banjir.
Sangat disayangkan, program yang pro lingkungan sehat dan bersih ini kurang mendapat dukungan semua pihak. Tujuan menciptakan lingkungan yang bersih bertolak belakang dengan buruknya penanganan sampah, sehingga justru menimbulkan permasalahan lingkungan. Alih-alih mendapat penghargaan Adipura, justru Banyuwangi pernah dinobatkan sebagai kota terkotor pada tahun 2011 selama pelaksanaan program ini. Sangat ironis memang.
Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan
kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah
kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta
Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di pulau
Jawa.
Keruntuhan Blambangan dimulai dengan invasi VOC
untuk menguasai bumi Blambangan yang sebelumnya menjalin hubungan dagang dengan
Inggris. VOC tidak menginkan Blambangan yang saat itu sudah mulai berkembang
menjadi pusat perdagangan dikuasai Inggris. Hal
ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772).
Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran
dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan
Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran ini berakhir
dengan kemenangan VOC, yang sekaligus menandai berakhirnya kerajaan Blambangan.
Selanjutnya VOC mengangkat R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi
pertama.
Dan peristiwa perang Puputan Bayu yang mencapai puncaknya pada tanggal 18 Desember 1771 ini, kemudian dijadikan sebagai hari jadi Banyuwangi.
Dan peristiwa perang Puputan Bayu yang mencapai puncaknya pada tanggal 18 Desember 1771 ini, kemudian dijadikan sebagai hari jadi Banyuwangi.
Dengan demikian, menyebut Banyuwangi sebagai bumi
Blambangan sesungguhnya menyiratkan upaya mengingatkan generasi muda Banyuwangi
untuk tidak melupakan tentang sejarah, asal-usul dan latar belakang berdirinya Kabupaten
Banyuwangi yang kita kenal sekarang. Bahwa Banyuwangi tidak lain adalah
Blambangan di masa lampau.
7. Banyuwangi Kota Gandrung
Tari Gandrung lahir dan tumbuh pesat di Banyuwangi. Di sekolah-sekolah, tarian ini banyak diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler, begitu juga di masyarakat banyak sanggar-sanggar tari yang melestarikannya. Tari Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, petik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi.
Maka tidak heran tarian ini sangat populer dan telah menjadi ciri khas dari daerah Banyuwangi, hingga tidak salah jika Banyuwangi sering diidentikkan dengan Gandrung, dan di berbagai sudut wilayah Banyuwangi banyak dijumpai patung penari Gandrung, salah satunya di pantai Dodol.
Dewasa ini Gandrung telah menjadi ikon atau maskot pariwisata Banyuwangi. Pada event tahunan Banyuwangi Festival, tari Gandrung dipertunjukan dalam bentuk pagelaran tarian massal dengan nama Gandrung Sewu. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap keberadaan kesenian Gandrung sebagai identitas kota Banyuwangi sebagai Kota Gandrung.
8. Banyuwangi Kota Osing
Keberadaan budaya dan kesenian suku
osing mendapat mendapat tempat di hati masyarakat, tumbuh subur dan terus
berkembang di Banyuwangi sampai sekarang. Dalam berbagai acara budaya dan pariwisata, seni dan budaya Osing selalu ditampilkan sebagai salah satu bagian pertunjukan. Bahasa osing pun banyak digunakan
dalam pergaulan sehari-hari, bahkan oleh mereka yang bukan keturunan osing
sekalipun. Berdasarkan data tahun 1987, dari jumlah 175 Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi, 94 diantara penduduknya menggunakan bahasa Osing.
Ini menunjukkan bahwa suku osing dan budayanya telah diakui dan
diterima sebagai elemen khas orang Banyuwangi. Banyak generasi muda Banyuwangi yang
dengan bangga menyebut dirinya sebagai Laros, lare osing, sebagai identitasnya.
Barangkali sebuah kebanggaaan yang sama seperti halnya orang Malang yang
menyebut dirinya Arema.
9. Banyuwangi Kota Santet
Label sebagai kota santet bermula dari peristiwa memilukan
ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu
santet atau yang dikenal luas masyarakat dengan "Tragedi Santet"
Tahun 1998.
Akibat peristiwa itu Banyuwangi pun populer disebut sebagai
Kota Santet, yang berdampak sangat merugikan citra masyarakat Banyuwangi secara keseluruhan. Stigma negatif pun menjadi melekat pada setiap orang Banyuwangi. Dengan sebutan yang menakutkan itu, secara psikologis membuat orang menjadi
takut pergi ke Banyuwangi. Begitu juga bagi orang Banyuwangi yang merantau di
luar daerahnya, keberadaannya sering menimbulkan sikap curiga dari orang di
sekelilingnya ketika mengetahui asal daerahnya.
Peristiwa kelam itu sudah lama berlalu namun kesan dan
sebutan Banyuwangi sebagai kota santet masih bertahan sampai sekarang. Hal
ini seakan-akan menggambarkan bahwa penggunaan ilmu santet dainggap wajar dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat di Banyuwangi sehari-harinya.
Meskipun harus diakui santet itu memang ada di tengah
masyarakat Banyuwangi, namun orang luar sering salah kaprah dalam memahami
santet Banyuwangi dengan hanya mengaitkan dengan ilmu sihir.
Padahal ilmu santet dalam masyarakat Banyuwangi yang lebih banyak
berkembang adalah ilmu santet yang berkaitan dengan pengasihan, yaitu cara
bagaimana menimbulkan rasa simpati orang lain kepada yang menggunakan jasa ilmu
tersebut. Bukan jenis santet merah yang bertujuan melumpuhkan orang secara fisik
dan batinnya, atau santet hitam yang bertujuan menghilangkan nyawa orang lain.
Dan yang lebih penting, penggunaan santet hanya dilakukan sebagian kecil orang,
dan bukan merupakan kebiasaan atau budaya orang Banyuwangi. Bahwa ada sebagian masyarakat Banyuwangi yang akrab dengan dunia santet, itu tidak mewakili tipikal keseluruhan masyarakat Banyuwangi.
Di sisi lain, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa yang
namanya santet itu di Indonesia juga banyak terdapat di berbagai daerah lain.
Karena itu penyebutan kota santet untuk kota seindah Banyuwangi sangat tidak
tepat, tidak beralasan, dan tidak seharusnya digunakan lagi, karena tidak ada
manfaat yang diperoleh.
Di belahan dunia mana pun, spot terbaik dan paling favorit untuk melihat sunrise atau matahari terbit adalah pantai atau pegunungan. Selain memiliki Gunung Ijen, Banyuwangi yang memiliki garis pantai terpanjang di Jawa Timur ini, menjanjikan banyak pilihan spot untuk melihat sunrise. Banyak tempat strategis untuk melihat sunrise di Banyuwangi, diantaranya pantai Cacalan, pantai boom, G Ijen, pantai Bama di Taman Nasional Baluran, pantai Grajagan, dan gunung Ijen.
11. Banyuwangi Kota Kopi
1. Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil kopi
berkualitas tinggi. Kopi Banyuwangi telah diakui sebagai salah satu kopi
terbaik di dunia. Kualitas kopi Banyuwangi berada di peringkat 4 setelah
Jamaica, Hawai dan Toraja. Pada ajang Miss Coffee International 2012 yang
berlangsung di Bali, para peserta yang berasal dari seluruh dunia diajak
berkunjung ke Banyuwangi untuk mengenal kopi Banyuwangi. Mereka belajar
menyangrai dan meracik kopi di desa Kemiren, dan meninjau perkebunan kopi di
lereng gunung Ijen. Dipilihnya Banyuwangi karena dianggap memiliki kopi Robusta
dan Arabica dengan kualitas rasa yang unik untuk dikenalkan kepada dunia. Ini
menunjukkan bahwa kopi banyuwangi, selain mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan, juga memiliki kualitas yang baik
2. Kopi Banyuwangi memiliki cita rasa yang khas dan unik,
terutama kopi yang dihasilkan dari perkebunan yang berada di sisi timur dan
sisi barat Gunung Ijen. Kopi yang dihasilkan antara sisi barat dan timur Gunung
Ijen memiliki rasa yang berbeda. Perkebunan di sisi Timur menghadap laut
dipengaruhi angin laut dan mendapat sinar matahari yang lebih banyak, sehingga
kadar garamnya tinggi. Sebaliknya perkebunan di sisi barat dipengaruhi oleh
angin gunung. Namun keduanya menghasilkan kopi yang sama enaknya dan bercita
rasa tinggi.
3. Budaya minum kopi telah menjadi bagian dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Banyuwangi. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya
cafe, baik yang berupa kedai kopi/coffee shop maupun keberadaan warung kopi
kaki lima yang tersebar di semua daerah/kecamatan Banyuwangi.
4. Menurut data, produksi kopi Banyuwangi yang merupakan
komoditas eksport yang diusahakan oleh perkebunan besar / negara / swasta
seluas 5.445 Ha dengan produksi 3.065 ton, sedang perkebunan rakyat seluas
5.138 Ha dengan produksi sebanyak 3.667 ton, dengan varietas / klon robusta,
yang diusahakan pada ketinggian sampai 700 meter diatas permukaan laut, sedang
pada daerah diatas 700 sampai dengan 1000 meter diatas permukaan laut
diupayakan untuk klon arabika. Sumber lain menyebutkan, pada tahun 2006
komoditas kopi Banyuwangi yang berada di dalam kawasan hutan produksi
menghasilkan kontribusi sebesar 10.643 ton atau setara dengan Rp
247.230.000.
5. Untuk memperkenalkan potensi Banyuwangi sebagai penghasil
kopi terbesar di Jawa Timur kepada masyarakat luas, pada 10 Desember 2011
diadakan Festival Sangrai Kopi masal di
jalanan desa Kemiren sepanjang 1 km yang diikuti 270 peserta. Kegiatan tersebut
tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Rekor Menyangrai Kopi Terpanjang dan Terbanyak di Indonesia.
Fakta pendukung lain yang memperkuat positioning Banyuwangi
sebagai Kota Kopi adalah adanya tradisi yang disebut MANTEN KOPI di lingkungan
perkebunan kopi, khususnya di PTP Nusantara XII, Kebun Kaliselogiri, Kalipuro,
Banyuwangi.
Prosesi manten kopi ini
mempertemukan biji kopi “wedok” atau perempuan (terbelah) dengan kopi
“lanang” atau laki (bundar).Pertemuan sampel biji kopi wedok dengan biji kopi lanang
tersebut diwujudkan dalam bentuk kontrak atau janji antara asisten tanaman
(kepala afdeling) dengan manajer kebun yang dulu lebih akrab disapa dengan
administrator (adm).
Sebagai kepala afdeling punya tanggung jawab moral kepada
manajer kebun supaya terus menjaga kualitas dan kuantitas biji kopi yang
dipanen dari kebun yang berada di lereng Gunung Ijen tersebut.
Biji kopi yang berkualitas adalah biji kopi yang dipanen
saat biji kopi sudah berwarna merah. Di sinilah asisten tanaman bertanggungjawab
untuk tetap menjaga kualitas biji kopi
dengan jumlah produksi yang lebih besar lagi.
Setelah ditandai acara penyerahan biji kopi wedok dan kopi
lanang, ritual dilanjutkan dengan memasukkan biji-biji kopi tadi ke mesin
penggilingan. Saat itulah penari gandrung dengan iringan musiknya yang rancak
menuju ruangan sortasi.
Di ruangan ini tiga penari paju gandrung (tradisional)
manari tiada henti. Sebagai kelengkapannya, pihak kebun menyiapkan beberapa
sesaji, di antaranya kepala sapi lengkap dengan “ugo rampenya” (perlengkapan
sesaji). Setelah itu, para undangan dan seluruh keluarga besar kebun
kembali berkumpul di aula untuk menikmati sajian makanan berupa bubur merah,
polo pendem, dan nasi tumpeng. Tidak
lupa ayam engkung, yakni ayam kampung utuh yang disajikan setelah diberi
rempah- rempah.
Sebelum acara makan bersama dimulai, kegiatan ditutup
terlebih dahulu dengan doa bersama yang dipimpin pemuka masyarakat setempat.
Kegiatan pentas penari gandrung tradisonal akan dilanjutkan lagi pada malam harinya,
selama semalam suntuk.
Menurut Sigit Prakoso, Manajer PTPN XII, ritual manten kopi di Kebun Kali Selogiri
sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Selain sebagai ungkapan rasa
syukur dengan tibanya musim panen kopi, ritual tersebut juga dimaksudkan untuk
mempererat tali silaturahim sesama keluarga kebun.
- Sebutan Kota Kopi atau The City of Coffee ini jika
dimasyarakatkan, akan menjadi sebutan pertama dan satu-satunya bagi kota di
Indonesia. Sesuai dengan Wikipedia Indonesia, belum ada satu pun kota di
Indonesia yang mempunyai julukan atau sebutan sebagai Kota Kopi. Sebagai Kota Kopi, Banyuwangi punya slogan "Sekali Seduh, Kita Bersaudara." Ini menunjukkan bahwa kehangatan secangkir kopi mampu menjadi perekat kebersamaan, meskipun satu sama lain tidak saling mengenal sebelumnya.
Dengan sekilas paparan di atas, maka cukup beralasan bila
masyarakat Banyuwangi mengklaim daerahnya sebagai KOTA KOPI. Dalam artian
sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbanyak di Indonesia, dan mempunyai
kualitas kopi internasional, masyarakatnya memiliki kebiasaan minum kopi, dan
Banyuwangi juga memiliki salah satu tester dan juri Kopi internasional yang
mumpuni, yaitu Setiawan Subekti.
12. Banyuwangi Kota Festival
Di kota lain juga punya acara festival. Tapi Festival Banyuwangi berbeda. Karena berlangsung selama 4 bulan berturut-turut, dengan tema dan segmen beragam.
Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, etnik budaya, fashion, sport tourism sampai religi.
Dalam Banyuwangi Festival berbagai ragam acara disajikan sebagai bentuk etalase besar dari potensi wisata dan kekayaan budaya Banyuwangi yang beragam, lengkap dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya yang terbuka, egaliter, dan mempunyai jiwa seni yang kuat. Sedikitnya ada 8 acara festival yang diadakan di Banyuwangi dalam satu tahun. Diantaranya Banyuwangi Ethno Carnival, Festival Batik, Festival Anak Yatim, Festival Jazz, Festival Kemiren, Festival Pemuda, Festival Kuliner, dan Festival Kuwung.
Sehingga tidak salah jika Banyuwangi disebut sebagai satu-satunya kota yang mempunyai agenda festival terbanyak di Indonesia. Banyuwangi adalah Kota Festival sesungguhnya.
13. Banyuwangi Kota Penyu
Tahukah Anda bahwa enam di antara tujuh jenis penyu di dunia
ternyata berada di Indonesia. Yang lebih hebat lagi, empat di antaranya bisa
ditemui di Kabupaten Banyuwangi. Keempat penyu tersebut yaitu penyu hijau (Chelonia
mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys
imbricate), dan penyu lekang (Lepidochelys olivace).
Di Banyuwangi terdapat
sejumlah tempat yang menjadi lokasi penyu mendarat dan bertelur, seperti Pantai
Sukamade, Pantai Rajegwesi, Pantai Ngagelan, Pantai Cemara Udang Pakis Rowo,
Pantai Boom, dan Pantai Pulau Santen. Selain itu juga terdapat tempat
penangkaran penyu di Banyuwangi, yaitu di Pantai Sukamade, Pantai Ngagelan dan
Kalipuro.
Dan akhirnya, dengan adanya berbagai sebutan atau julukan untuk kota Banyuwangi, maka dapat dikatakan Banyuwangi layak mendapat predikat sebagai Kota dengan Sebutan Terbanyak di Indonesia dan mungkin juga dunia.
Bagaimana menurut anda ?
(www.banyuwangi.us)
Bangga jadi orang Banyuwangi
BalasHapusAlhamdulillah kotaku semakin berkembang
BalasHapuskotanya sudah bagus, tinggal membenahi mindset orang-orang / warganya
BalasHapusBangga jadi orang Banyuwangi
BalasHapus